Bukti Menunjukkan Ada Kelanjutan Penelitian Biologis AS di Indonesia Meskipun Dilarang
Denis Bolotsky, SputnikDengan dimulainya penyelidikan Rusia terkait penelitian biologis AS di Ukraina, kegiatan serupa yang dilakukan Amerika di kawasan lain di dunia pun kini tengah diselidiki dengan terperinci.
Pada April 2022 detik.com memuat berita tentang dugaan pelanggaran hukum Indonesia oleh personel AL AS selama latihan Kemitraan Pasifik 2016 di Kota Padang, Sumatera Barat. Sesuai dokumen yang diperoleh wartawan, para ahli bedah AL AS melakukan operasi pada 23 pasien lokal di kapal rumah sakit USNS Mercy tanpa koordinasi dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Ada kemungkinan bahwa awak kapal mengekspor secara diam-diam sampel darah yang diambil dari puluhan pasien Indonesia serta mengangkut tiga anjing gila dari daerah di Sumatra Barat yang dikenal sebagai daerah endemik rabies – juga tanpa izin dari pemerintah. Para pejabat kesehatan Padang juga menyatakan Detik bahwa perwakilan AS ingin menerima sampel virus demam berdarah dengue dari nyamuk lokal.
Insiden-insiden itu mengingatkan wartawan Indonesia tentang NAMRU-2 – laboratorium biologi AL AS yang ada di Jakarta sejak 1970 sampai 2009 ketika ditutup oleh Kementerian Kesehatan Indonesia karena “mengancam kedaulatan negara”.
Laboratorium di Jakarta
Jalan Percetakan Negara adalah jalan yang sibuk, tetapi sempit di Jakarta Pusat. Pada malam hari ratusan orang melewati daerah ini yang terkenal dengan took bahan bangunan dan puluhan warung makan di trotoar.
Orang dari daerah lain dan bahkan orang Jakarta yang lain kemungkinan besar tidak pernah tahu bahwa selama 40 tahun gedung di Jl. Percetakan Negara No. 29 – sebuah rumah remang-remang di tengah kompleks perumahan lembaga pemerintah Indonesia adalah rumah bagi NAMRU-2 – laboratorium AL AS di mana patogen dan virus berbahaya disimpan dan diteliti.
NAMRU berakar di Guam di bawah yayasan Rockfeller dan didirikan pada 1955, sedangkan cabang di Jakarta dibuka pada 1970 “untuk meneliti penyakit menular yang berpotensi ada kepentingan militer di Asia”.
Menurut Dr. Siti Fadilah Supari, seorang spesialis kardiologi yang menjabat sebagai Menteri Kesehatan Indonesia pada 2004-2009 efikasi penelitian AS dapat diragukan: “Meski mereka fokus pada malaria dan tuberkulosis, hasil selama
40 tahun di Indonesia tidak signifikan”, kata Dr. Supari. Beliau menambahkan bahwa perjanjian antara Indonesia dan AS tentang pendirian laboratorium berakhir pada 1980 dan “setelah itu mereka tidak memiliki kewenangan”.
Akan tetapi bukan hanya efikasi laboratorium yang dapat diragukan yang membuat Dr. Supari prihatin terhadap fasilitas AS: “Saya hanya tahu bahwa laboratorium mereka sangat tertutup. Para penelitinya adalah marinir AS, mereka semuanya memiliki kekebalan diplomatik”, kata Dr. Supari. “Kami tidak pernah tahu apa yang mereka membawa di dalam tas diplomatik mereka. Ada juga beberapa peniliti dari Indonesia yang membantu mereka”.
Dr. Supari juga menyebutkan kekurangan keterlibatan setara dari staf Indonesia dalam proyek tersebut sebagai alasan lain yang perlu dikhawatirkan. Tetapi kemungkinan memperoleh spesimen dari pasien untuk keperluan penelitian dan pembawaannya ke luar negeri oleh staf AS dengan kekebalan diplomatik adalah mungkin prihatin terbesar bagi Menteri. Pada saat itu Dr. Supari memulai perjuangan melawan regulator kesehatan global dan perusahaan yang dikenal sebagai Big Pharma atas ketidakadilan pembagian spesimen virus melalui struktur yang berafiliasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan negara-negara miskin yang menderita dari penyebaran H5N1 (flu burung).
Pada 2006 NAMRU-2 yang mempunyai status pusat kolaborasi WHO menemukan beberapa kasus H5N1 di Indonesia. Indonesia meminta laboratorium untuk membagikan sampel dengan Pusat Pengendalian Penyakit AS (US Centers for Disease Control; CDC) yang juga berafiliasi dengan WHO dan secara khusus meminta agar AS tidak mentransfernya kepada organisasi lain. Namun demikian, sesuai beberapa publikasi, CDC memberikannya kepada database urutan di Laboratorium Nasional Los Alamos di AS yang awalnya didirikan untuk menciptakan senjata nuklir. Fakta ini membuat marah orang Indonesia dan memicu kekhawatiran bahwa spesimen tersebut digunakan untuk tujuan militer Pentagon dan membuat suasana makin buruk. Pada 2014 artikel “Advancing science diplomacy: Indonesia and the US Naval Medical Research Unit” oleh Frank L Smith III mengutip seorang mantan pegawai laboratorium di Jakarta yang menyatakan bahwa dengan membagikan sampel dengan Laboratorium Los Alamos dan Big Pharma, CDC secara fakta “mengacu pada NAMRU-2”.
Pada April 2008 Menteri Kesehatan Supari melakukan kunjungan mendadak ke NAMRU-2, berbicara dengan awak media massa tentang kurangnya transparansi laboratorium dan fakta bahwa laboratorium tersebut tidak membagikan hasil kerjanya dengan pemerintah Indonesia.
Sesuai pernyataan orang yang meminta memanggil dia “Henry” yang pernah bekerja sebagai wartawan di salah satu media utama Indonesia selama hampir
30 tahun kampanye Dr. Supari melawan fasilitas AS menjadi berita utama nasional dan begitu pula dengan peristiwa lain yang terkait dengannya. Henry mengatakan bahwa pada saat Menteri Supari memulai menekan NAMRU-2 gedungnya hampir terbakar. Meski api dapat dipadamkan dengan cepat penyebab kebakaran masih belum diketahui hingga hari ini. Dia ditugaskan untuk meliput cerita, jadi dia pergi ke lokasi.
“Saya ingat dua bule laki-laki di tengah situasi yang kacau itu. Mereka menjaga jarak dengan kami hingga kami tidak bisa berbicara dengan mereka. Mereka bukan sekuriti karena anggota satuan pengaman adalah orang Indonesia. Kami tidak diizinkan oleh mereka untuk melewati pagar kompleks dan hanya bisa melihat fasilitas dari kejauhan”, kata Henry. “Sepertinya kebakaran itu terjadi di bagian administrasi NAMRU-2 di mana semua dokumen disimpan. Saya tidak terlalu memperhatikan fakta itu pada saat itu, tetapi jika dipikir-pikir mungkin terlihat seolah-olah ada yang ingin menyembunyikan sesuatu”.
Dari Jakarta ke Washington: Memori WikiLeaks
Rupanya NAMRU-2 sangat penting bagi Washington. Menurut sekitar 3.000+ kawat diplomatik AS yang dipublikasikan oleh situs Julian Assange “WikiLeaks” pada 2010, Kedutaan Besar AS di Jakarta mengirim ratusan informasi ke ibukota AS tentang status hukum NAMRU-2 dan kegiatan pemerintah Indonesia terkait dengan operasi laboratorium.
Pada musim semi 2008, Kedutaan Besar AS dan administrasi NAMRU-2 bahkan meluncurkan “serangan terhadap informasi yang salah” dengan menyelenggarakan konferensi pers tentang kegiatan laboratorium. Namun, menurut sebuah kawat yang dikirim ke Kementerian Luar Negeri oleh Duta Besar AS untuk Indonesia Cameron Hume, AS kemudian ingin menyelesaikan sebagian besar diplomasi publik mereka demi upaya yang lebih terarah untuk mempengaruhi politisi dan anggota parlemen terkunci Indonesia supaya laboratorium terus berjalan: “Harapan terbaik untuk menjaga NAMRU-2 di Indonesia adalah untuk meyakinkan pembuat terkunci kebijakan tentang kegunaannya bagi kedua negara”, tulis Hume.
Sesuai intersepsi WikiLeaks, perlawanan menteri Supari telah menjadi masalah besar bagi AS. Personalitas beliau disebutkan di kebanyakan kawat terkait NAMRU-2. Pada 12 Juni 2009, diplomat AS bahkan menyarankan agar atasan Washington mereka dapat membantu "mengelola" beliau dengan memperdalam kerja sama kesehatan antara AS dan Indonesia, yang dapat membantu menyelamatkan laboratorium di Jakarta: “Jika dikelola dengan benar, Supari dapat menerima NAMRU-2 jika beliau diyakinkan tentang minat kami yang tulus untuk mengembangkan model laboratorium penelitian baru (lebih besar dan lebih canggih daripada NAMRU-2), beliau kemudian dapat membantu untuk memperpanjang visa untuk personel NAMRU-2 sehingga pembahasan tentang kerja sama yang lebih luas dapat dimulai" kata kawat yang ditandatangani "North" (“Utara”).
Akan tetapi, meski tekanan dari AS, Menteri Supari berhasil menutup NAMRU-2 dengan dukungan para diplomat dan petinggi militer Indonesia. Sampai hari ini beliau menganggap fasilitas itu sebagai “ancaman terhadap keamanan nasional”, menambahkan bahwa ada “beberapa hal yang [beliau] tidak dapat menjelaskan tentang peran [laboratorium] dalam pandemi flu burung, yang akhirnya dibatalkan”, tetapi tidak menjelaskan dengan detail lebih banyak.
Pada tanggal 16 Oktober 2009, Supari menulis surat kepada Pemerintah AS yang membatalkan perjanjian tahun 1970 tentang NAMRU-2, dan kemudian pada tahun yang sama Kementerian Luar Negeri mengirim surat resmi kepada Amerika yang menyatakan bahwa fasilitas tersebut harus ditutup. Masa berlaku visa para staf habis pada tahun 2010 dan semua peralatan laboratorium dipindahkan ke kompleks diplomatik AS.
Menteri Supari meninggalkan kantor pada akhir 2009. Penggantinya Endang Rahayu Sedyaningsih dilaporkan memiliki hubungan dengan NAMRU-2 di masa lalu, tetapi beliau memilih untuk tidak mengizinkan dimulainya kembali kegiatan laboratorium di Jakarta.
Penelitian di Zona Abu-Abu: Melampaui Era NAMRU-2
Dalam siaran pers terakhir tentang latihan AL pada 2016 di Padang, Komando Indo-Pasifik AS (PACOM) hanya secara samar-samar menyebutkan sesuatu yang mungkin merujuk pada manipulasi medis yang diungkapkan oleh wartawan Detik sebagai “acara penjangkauan kesehatan masyarakat”, tetapi tidak ada informasi apa pun tentang anjing gila atau sampel darah manusia.
Henry kebetulan menjadi pengunjung di USNS Mercy pada April 2005, ketika ia hampir tenggelam saat tsunami di Pulau Nias di provinsi Sumatera Utara. Orang Amerika, yang telah mengerahkan kapal ke daerah itu, mengundangnya naik untuk mengganti kacamatanya yang pecah. Karena Henry berbicara bahasa Inggris, mereka juga meminta bantuannya untuk menemukan pasien yang akan dioperasi oleh ahli bedah AL AS. Dia menggambarkan proses sebagai berikut: “Mereka membawa sebagian besar pasien mereka dari sebuah rumah sakit di Gunung Sitoli – ibu kota Kabupaten Pulau Nias, di mana mereka menjalani pemeriksaan – tetapi tidak semuanya. Petugas bertanya apakah saya dapat membantu mereka menemukan lebih banyak pasien untuk operasi – yang tidak rumit, apa pun kecuali operasi otak, karena kapal terbuat dari logam dan mereka tidak dapat melakukan MRI di sana. Jadi, saya pergi ke desa terdekat untuk menanyakan apakah orang lain membutuhkan bantuan. Dan AS mengerahkan helikopter Sikorski SH-60 Seahawk mereka untuk membawa mereka dari desa langsung ke kapal”.
Sesuai penyelidikan Detik, prosedur pemilihan pasien untuk operasi USNS Mercy terlihat lebih canggih pada tahun 2016, dengan prapenyaringan medis yang dilakukan secara lokal di rumah sakit stasioner di Padang terhadap 100% kasus. Namun demikian, penulis menginformasikan dengan mengutip sumber bahwa AS masih melanggar hukum setempat, terutama dalam hal pemindahan spesimen yang terinfeksi, dan tidak memperoleh “izin pemindahan material” sebelum mengambil sampel ke luar negeri.
Para wartawan menambahkan bahwa mereka sedang mencari kemungkinan pelanggaran lebih lanjut terhadap undang-undang kesehatan negara oleh AL AS di Indonesia selama latihan Kemitraan Pasifik 2018 di lokasi lain, provinsi Bengkulu, tetapi sejauh ini mereka belum menemukan bukti kesalahan tersebut.
Saat ditanya apakah, berdasarkan temuan tim Detik, beberapa bentuk penelitian biologis AS atau afiliasi lokal mereka untuk kepentingan AS mungkin masih berlangsung di Indonesia, dan apakah pemerintah negara harus menyelidiki masalah tersebut, Dr. Supari menjawab dengan tegas: “Saya kira itu benar, kegiatan penelitian masih ada”, ujarnya. “Saya tidak bisa membuktikannya, tetapi dari apa yang saya baca dan dengar, kegiatan penelitian masih berlangsung dalam berbagai bentuk kerja sama dengan lembaga penelitian dan universitas di Indonesia. Saya pikir pemerintah harus menyadari hal ini”.
Padang adalah perhentian terakhir USNS Mercy selama latihan Kemitraan Pasifik 2016, jadi kemungkinan tidak lama setelah ini, data yang dikumpulkan dari pengambilan sampel darah manusia di Indonesia, bersama dengan anjing-anjing gila yang diduga diambil di Padang, mungkin telah diputus di pelabuhan utama kapal AS di San Diego.
Apa tujuan sebenarnya dari manipulasi penelitian medis dan biologis ini selama latihan tanggap bencana masih menjadi misteri. Tidak jelas juga apakah AS telah menyerah pada upayanya untuk melanjutkan kegiatan penelitian biologi terkait militer di negara Asia Tenggara itu setelah laboratorium NAMRU-2 dilarang.
Materi ini diterjemahkan dari artikel berjudul “Evidence Points to US Continuing Biological Research in Indonesia Despite Lab Ban” yang dipublikasikan Sputnik.