Klarifikasi atas Tuduhan Nepotisme kepada Ketua Pusat Yayasan Langit Biru
Bruce (Ketua Pusat Yayasan Langit Biru)
Assalamua'alaikum Wr.Wb
Beberapa hari lalu, ada seseorang yang telah menghasut beberapa pengurus lain di daerah untuk memasukkan lamaran sebagai calon ketua cabang perwakilan yang baru akan dibuka. Pengurus tersebut menjanjikan para pengurus yang mengajukan surat lamaran melalui dia akan diprioritaskan untuk diterima. Karena para pengurus yang dihasut tersebut cenderung mudah percaya dengan seseorang tersebut, akhirnya janji tersebut dipercayai dan mereka mengajukan surat lamaran tanpa memperhatikan syarat dan ketentuan dari pengajuan surat lamaran tersebut. Pelaku sebenarnya sudah tau bahwa para pengurus yang dijanjikannya bantuan secara personal dipastikan akan ditolak surat lamarannya sejak awal. Karena mereka memiliki banyak catatan negatif di organisasi yang menjadi syarat utama pengajuan surat lamarannya. Pelaku menanamkan kebencian terhadap Ketua Yayasan kepada mereka yang tertolak sejak awal dengan mengesankan bahwa proses rekrutmen dan seleksi di monopoli oleh ketua agar ketua bisa melakukan nepotisme, yakni dengan meloloskan 12 orang saudaranya menjadi ketua cabang perwakilan baru. Pelaku kemudian mengkonsolidasikan barisan sakit hati yang telah tertanam kebencian terhadap Bruce sebagai “pasukan bawah tanah” yang siap digerakkan untuk menggagalkan ketua yayasan dalam pemilihan ketua yayasan periode berikutnya. Pelaku mengarahkan “pasukan bawah tanah” tersebut untuk membunuh karakter ketua yayasan di mata dewan pembina dengan menyuruh mereka untuk menuliskan seluruh hal negatif di jaring aspirasi agar ketua yayasan tidak dipilih pada periode berikutnya.
Untuk semakin memperkecil peluang ketua yayasan terpilih lagi, maka pelaku juga berusaha mengarahkan “pasukan bawah tanah” yang telah terbentuk untuk mengangkat kandidat lain yang sedianya juga akan ikut berkontestasi dalam pemilihan ketua yayasan yang akan digelar dewan pembina. Pelaku bahkan sampai mengancam pasukan bawah tanahnya agar benar-benar totalitas dalam menghancurkan image ketua yayasan dan mengangkat image kandidat lain dalam jaring aspirasi agar para pasukan bawah tanah yang dikonsolidasikan tersebut tidak dihentikan perpanjangan kontraknya oleh ketua yayasan. Padahal, terkait perpanjangan kontrak pengurus sudah diatur sebagaimana mestinya, bahwa pengurus yang tidak tunduk terhadap aturan dan kontrak kerja yang sudah disepakati, maka perpanjangan kontrak bisa tidak dilakukan. Hak untuk tidak memperpanjang kontrak pun sebenarnya juga ada pada sisi SDM, tidak hanya dari sisi organisasi saja.
Akibatnya, mereka yang dikonsolidasikan langsung mulai bergerak dan membangun opini negatif bahwa ketua yayasan telah melakukan nepotisme. Bagi mereka yang tidak menjaga nilai-nilai obyektifitasnya, gemar membicarakan informasi yang belum jelas kebenarannya antar pengurus, akhirnya mudah mempercayai dan ikut terprofokasi, bahkan ikut menyebarkan ulang isu fitnah tersebut ke pengurus lainnya. Bagi mereka yang tidak peka terhadap dinamika perpolitikan internal, dan sekaligus tidak memelihara spirit berpikir pola organisasi, akhirnya justru cuek, tidak peduli terhadap isu yang menyebar meskipun isu tersebut menggerogoti pilar-pilar organisasi. Bagi mereka yang memelihara obyektifitasnya, berpikirnya pola organisasi, akhirnya melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait yang memiliki akses terhadap kebenaran informasi tersebut secara resmi, dan/atau menunggu klarifikasi dari pihak-pihak terkait atas kebenaran isu.
Sistem rekrutmen, seleksi ketua cabang, dan standartnya dilakukan sesuai aturan dan ketentuan keorganisasian yang berlaku. Pelamar yang memiliki banyak catatan negatif secara alamiah tidak akan diprioritaskan dalam proses rekrutmen dan seleksi dan mereka-mereka yang secara idealisme, moral, maupun kemampuan adalah yang terbaik pasti akan diprioritaskan. Berdasarkan acuan itu, pengambilan keputusan dibuat secara musyawarah mufakat oleh dewan tenaga kerja dan hasilnya diserahkan oleh ketua yayasan kepada dewan pembina untuk dilakukan pengangkatan secara resmi. Sehingga isu yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara voting adalah TIDAK BENAR. Bahkan pelaku dan pihak lain yang dinyatakan dalam isu “mendukung para pelamar yang tertolak” juga TIDAK BENAR.
Dengan sistem seperti ini, ketua yayasan tidak memiliki kewenangan secara utuh untuk menentukan ketua cabang perwakilan yang baru karena dasar proses rekrutmen dan seleksi sepenuhnya adalah data-data fakta yang dimusyawarahkan untuk mencapai mufakat (oleh dewan tenaga kerja), bukan voting, apalagi keputusan sepihak dari ketua yayasan. Sehingga isu yang disebarkan oleh oknum pengurus tersebut adalah FITNAH atau merupakan upaya pembunuhan karakter ketua yayasan.
Sehari setelah ketua yayasan mengetahui persebaran fitnahan nepotisme ini, pelaku dipanggil dan ditanyai terkait perilakunya. Si pelaku pun mengakui segala tindakan fitnah dan profokasi yang telah dilakukannya. Pelaku menyatakan bahwa dirinya melakukan hal tersebut karena memiliki masalah pribadi dengan ketua, yang menurutnya belum terselesaikan secara adil dan jelas. Pelaku juga menegaskan bahwa dirinya maupun pasukan bawah tanah yang berhasil dia konsolidasikan tidak memiliki hubungan koordinasi sama sekali dengan kandidat lain yang hendak dia menangkan. Setelah mengakui segala perbuatannya dia pun mengajukan resign karena sadar bahwa apa yang telah dilakukan telah melanggar kontrak kerja di organisasi.
Nilai obyektifitas dan berpikir pola organisasi di YLB sebenarnya sudah dibangun sejak lama. Namun seiring berkembangnya waktu, agaknya spirit ini mulai melemah pada beberapa pengurus. Jika para pengurus sampai kehilangan ruh obyektifitas dalam menerima dan mengolah informasi, maka organisasi akan mengalami kehancuran, mudah dipengaruhi, mudah dikendalikan oleh opini yang tidak jelas kebenarannya.
Seperti dalam kasus ini, beberapa pengurus mudah terpengaruh fitnah yang dihembuskan pelaku tanpa upaya klarifikasi, kroscek kepada pihak-pihak terkait. Jika pihak-pihak yang mudah terpengaruh itu kemudian sampai menuliskan hal yang dipengaruhi emosi dan fitnah pada jaring aspirasi, dan kemudian dewan pembina sampai menganggap hal tersebut sebagai hal yang valid lalu dijadikan pertimbangan, maka keputusan yang dibuat dipastikan akan keliru/tidak obyektif. Perlu disadari bersama juga, siapapun yang melakukan fitnah atau turut serta menyebarkan informasi fitnah atau hoax, bisa dipidanakan.
Jika para pengurus sampai kehilangan spirit berpikir pola organisasi, maka tiap-tiap orang bisa berlaku egois, individualis, tidak akan ada keserempakan dan keselarasan antar lini dan elemen di dalam organisasi. Lebih parahnya bisa dianalogikan seperti para penumpang sebuah kapal, ada beberapa penumpang yang tengah sibuk melubangi kapal dengan paku, bor, bahkan dengan bahan peledak atau bom, namun kelompok yang cuek atau tidak peduli ini acuh tak acuh terhadap tindakan perusakan yang terjadi.
Pernah disinggung sebelumnya, bahwa pemimpin adalah salah satu elemen utama dari pilar-pilar organisasi, sekali pilar tersebut dijatuhkan atau bahkan dihancurkan, maka ambruknya bangunan organisasi tersebut tinggal menunggu waktu. Sikap cuek atau ketidakpedulian ini memang bisa dikarenakan ketidaktahuan atau keawaman pengurus terhadap dinamika perpolitikan di internal organisasi dan pengaruhnya terhadap pencapaian visi, misi, dan operasionalisasi program YLB kedepannya.
Keawaman beberapa pengurus terhadap politik di internal YLB pada dasarnya juga cukup berbahaya bagi organisasi kedepannya. Pengurus yang awam atau buta terhadap dinamika politik rawan dimanfaatkan oleh oknum-oknum lain yang berpolitik segala cara di internal organisasi. Untuk itu kedepannya, perlu bagi organisasi untuk menguatkan kembali nilai-nilai obyektifitas, berpikir pola organisasi, serta mendorong para pengurus untuk belajar dari realitas-realitas sejarah politik Islam baik masa lalu maupun kontemporer agar tidak buta terhadap dinamika perpolitikan di internal organisasi.
Selain itu, kepada dewan pembina juga diharapkan memiliki sumber-sumber informasi pembanding atas berbagai masukan yang diberikan para pengurus melalui jaring aspirasi, agar terhindar dari sikap dan perilaku yang tidak obyektif.
Dalam hal ini ketua yayasan tidak bisa menjangkau ke seluruh pengurus di internal organisasi YLB karena tidak adanya jaringan informasi langsung, karena itu ketua yayasan perlu meminta bantuan kepada para rekan-rekan pengurus yang menduduki struktur cabang untuk meneruskan pesan hingga bisa mencapai seluruh pengurus hingga struktur paling kecil agar pesan tersampaikan dengan baik ke seluruh elemen organisasi terkecil sekalipun.
Atas kesediaan waktu, perhatian, dan bantuan rekan-rekan pengurus, saya ucapkan banyak terima kasih. Dan semoga melalui kasus ini, kita dapat mengambil hikmah yang berharga serta dapat dijadikan acuan berperilaku organisasi kedepannya. Aamiin aamii ya rabbal'alamin.
Wassalamualaikum Wr.Wb