Bintang, Samudra, dan Rasa Cinta
Helgian
Angin berhembus kencang, menyapu malam dengan langit penuh bintang, membawa segala rasa sesak terbang bersamanya. Seorang pemuda terdiam menatap indahnya titik kecil yang bersinar terang, helaan napas sudah beberapa kali terdengar, seakan-akan dapat melenyapkan semua rasa gelisah. Memang suasana di balkon kamarnya pada malan ini dapat membuat segala kesedihan lenyap seketika.
"Res, kenapa masih di luar? Bukannya kakak menyuruhmu untuk masuk ke dalam kamar? Malam semakin dingin, kau bisa kena flu nanti." Seorang wanita masuk ke dalam kamar tersebut sembari membawa nampan berisi dua cangkir coklat panas.
"Kak Nella, kenapa ke sini? Tadi katanya ingin tidur?"
Seseorang yang dipanggil 'Res' itu justru bertanya kembali, dia adalah orang yang sejak awal memandang kagum pada langit malam, Agres namanya. Pemuda dengan hati yang sangat besar, bahkan lebih besar daripada bintang sekalipun. Sayangnya hati miliknya kini tengah terluka.
"Tidak mungkin kakak tinggalkan kamu sendirian di saat kamu sedang patah hati, nanti kamu berbuat yang aneh-aneh lagi." ucap Agnella sembari mendekati adiknya dan memberikan secangkir coklat.
"Terima kasih, kak. Padahal aku tidak apa-apa, ya sedih sedikit memang, tapi hanya sebentar, nanti juga biasa saja." Agres tersenyum seolah ingin membuat sang kakak tenang.
Namun, senyum itu tidak tampak demikian di mata Agnella, dia sangat mengetahui seperti apa adiknya dan sekarang ia melihat begitu banyak kekecewaan pada mata juga senyuman Agres. Apa yang Agres lalui sebelumnya tidak mungkin ia lupakan begitu saja, berpisah dengan kekasih pastinya sangat menyakitkan, tapi anak ini berusaha terlihat sudah menerima semua yang terjadi.
Agnella menyeruput minuman hangat miliknya sembari sesekali melirik ke arah adiknya, sang adik terlihat lebih lesu setelah kejadian yang menimpa kisah cintanya, ia benar-benar bingung harus berkata apa untuk menenangkan sang adik, ia berharap bisa membuatnya melupakan kesedihan itu walau hanya sebentar.
"Berpisah itu sakit ya, kak? Bagaimana menurut kakak?" ucap Agres tiba-tiba.
Wanita itu langsung menoleh mendengar pertanyaan sang adik, bagaimana cara menjawabnya? Ia bahkan tidak pernah merasakan hal sesakit Agres, dia juga tidak berharap itu terjadi, berpisah dengan Damar kekasihnya? Oh tidak, mungkin dia akan lebih gila daripada Agres saat ini.
"Setelah berpisah, aku masih mengharapkan kalau semua ini hanya mimpi, berharap kalau aku masih bisa menyelamatkan hubungan itu, tapi perasaan ini hanya bisa menerima keadaan yang berbanding terbalik dengan yang diharapkan." lanjut Agres.
Matanya kembali menatap ke arah langit, semakin lama bintang semakin menghilang tertutup oleh awan. Hanya tersisa satu bintang yang masih terselamatkan dari awan tersebut.
"Kakak lihat bintang itu? Ibaratkan saja bintang itu adalah segala hal yang berharga dariku untuk Davisa, sangat banyak kan? Namun, bintang-bintang itu akan menghilang pada waktunya, seperti mengucap salam perpisahan, kecuali pada satu bintang yang tersisa, bintang yang bertahan sendirian. Bintang terakhir itu adalah perasaanku pada Davisa, yang akan selalu ada." Agres terkekeh pelan mendengar ucapannya sendiri.
Agres merasakan hangat pada tubuhnya, entah sejak kapan di punggungnya terdapat jaket, mungkin sang kakak mengambil jaket di dalam kamar dan meletakannya di punggung Agres tanpa disadari sang oknum. Ah, rasanya jadi lebih hangat, Agres baru sadar jika sejak tadi ia kedinginan karena angin malam.
"Kakak paham, bintang terakhir tidak akan bisa hilang dalam sekejap, rasa cintamu sangat besar untuknya, ya? Memang katanya cinta sedalam samudra, tapi kalian berakhir juga. Kakak merasa kalau yang kamu dapatkan saat ini benar-benar tidak adil, kita bahkan tidak tahu apa yang dirasakan Davisa bisa sesakit kamu atau tidak." Agnella menghela napasnya, merasa sedih dengan yang terjadi pada adiknya.
Agres menatap sang kakak dengan tatapan yang tidak terima, ia mempererat pegangan pada cangkir miliknya. Pemuda itu sangat paham betapa khawatir sang kakak padanya, tapi ucapannya tentang pujaan hatinya sedikit membuat hatinya terpancing.
"Kak, aku dan Davisa memang berakhir di waktu yang singkat, tapi cintaku pada Davisa tidak pernah hilang, bahkan menyelam semakin dalam lebih dari samudra. Tidak ada yang berhak berpendapat tentang keadilan dalam hubungan ini, aku tidak meminta balasan apapun dari Davisa, biarkan rasa sakit ini aku yang menyimpannya sendirian, karena tujuanku memang untuk menjauhkan Davisa dari rasa sakit manapun." ujar Agres dengan tatapan yang serius.
Wanita dengan rambut panjang itupun tertegun, ucapan Agres benar-benar menyadarkannya, adiknya berpikir lebih dewasa dibandingkan dirinya, adik kesayangan Agnella sudah besar sekarang, pemikirannya tentang percintaan benar-benar luar biasa, dia tidak main-main dengan pujaan hatinya.
"π΄ππππβ πππ π·ππππ π¦πππ πππππππππ π΄ππππ ?" Terlintas pertanyaan di benaknya, tapi mengingat Agres dan Damar yang belum benar-benar dekat, rasanya tidak mungkin anak itu mengetahui luasnya dunia percintaan dari kekasihnya.
Agnella tersenyum, memeluk sang adik dengan sangat erat, mengusap surai coklat dari pemuda di dalam dekapannya. Yang dipeluk justru bingung dengan reaksi tiba-tiba ini, tapi ia tetap membalas pelukan dari sang kakak, rasanya nyaman juga, perasaan ingin berdebat tadi tiba-tiba hilang seketika.
"Agres, kakak bangga padamu, kakak yakin kamu akan jadi pria yang hebat, yang akan selalu mencintai dan memberikan banyak bintang pada pujaan hatimu, apapun status kalian. Kakak percaya jika kalian berdua akan baik-baik saja, perpisahan ini pasti ujian, dia pasti beruntung punya seseorang seperti kamu yang menyayanginya sepenuh hati, bahkan sampai titik terakhir. Sesekali tidak ada salahnya menunjukan rasa sakitmu, Res." ujar Agnella sembari menepuk-nepuk punggung Agres.
"Aku lebih beruntung pernah memiliki dia, kak. Segala hal yang dia punya benar-benar membuatku jatuh sangat dalam, aku hanya berharap ke depannya kami mendapatkan jalan yang terbaik. Walau memang takdir menentukan kami untuk berpisah hubungan, tidak apa, aku masih bisa melihatnya dari kejauhan." Agres melepas pelukannya dan memandang wajah kakaknya.
"Terima kasih, kak Nella." ucap Agres dengan senyum tulusnya.
Agnella tersenyum teduh, "π΅ππππβππππππβ, π΄ππππ . πΎππ’ πππ πππ π ππππ‘πππ’ πππ π‘π ππππ ππππππππ‘πππ π‘πππππ‘ π¦πππ ππππβ ππππ."
Dari seorang Agres di dunia nyata.