What?

What?

Azara's personal hug, Haidar.
Yogyakarta, 2022.


Jika saya ditanyai, "siapa orang yang paling berharga dalam hidupmu?", sudah pasti saya akan menjawab, "Azara Madeline, wanita tercantik dan sempurna yang pernah saya temui."

Waktu terus berjalan ketika saya sedang melamun. Ntah apa yang saya pikirkan, saya merasa begitu kosong. Sampai beberapa saat kemudian, rekan saya menyadarkan saya dari lamunan yang membelenggu ini. Katanya saya seram, seperti kesurupan setan kalau sedang melamun. Tapi dia hanya bercanda.

Aih, seharusnya saya bersyukur karena teman saya menyadarkan saya. Sudah seharusnya saya berkerja dengan cepat dan hendak pulang ke rumah. Iya, rumah saya. Saya sudah berjanji dengannya untuk menemuinya di depan cafe dekat rumahnya sepulang dari kampus.

Pekerjaan menjadi asisten dosen cukup berat bagi saya. Mengurusi segala macam yang diarahkan dosen dan harus disiplin waktu dalam mengajar. Belum lagi nanti ada rapat dengan jajaran dosen maupun jajaran mahasiswa yang membuat diri ini mudah letih.

Sore ini, selesai sudah semua perkerjaan saya. Saya juga sudah tiba di tempat saya berjanjian dengannya.

"Kak idar!" Suara manisnya memanggil asma milik saya. Seketika rasa penat di tubuh saya meluruh. Saya berbalik badan dan saya mendapati seorang gadis bertubuh mungil. Dia melambaikan tangan dan kembali memanggil asma saya. Tak segan-segan, saya menghampirinya, kemudian merengkuh tubuh mungilnya ke dalam pelukan.

"Kak idar lama banget dehhh, aku udah dari tadi tau nungguin kakak, 'huh!" Lucu sekali bukan? Dia mengomel seperti itu sambil menggembungkan pipinya. Ingin sekali saya gigit kedua bagian pipi gembulnya itu.

"Hahahaha, maaf ya sayang? Tadi aku habis koreksi tugas mahasiswa lumayan banyak, jadi sedikit telat. Tadi aku buru-buru ke sini tau, tapi kamu nggak perlu khawatir ay, aku nggak ngebut kok tadi pas mau ke sini."

"Pukisnya mana dulu? Baru aku mau maafin deh." Lucunya. Bagi dia, kesalahan = hug and kiss.

Tanpa menunggu lama, saya menggandeng tangannya erat. Mengaiti jari-jari tangannya yang lentik dan halus. Membawanya duduk di bangku taman. Memeluknya erat, kemudian memberi kecupan di kedua pipinya, dahinya, hidungnya, dan terakhir di bibirnya.

"Sudah kan?" Dia hanya menunduk. Aih, padahal dia sendiri yang memintanya. Netra saya tak bisa dialihkan oleh pemandangan tepat di depan saya ini. Pipinya merona bak tomat merah dan senyum manisnya tersungging di wajahnya yang cantik.

"Kakakkkk, udah dong. Jangan dilihatin terus akunya, maluuu." Saya terkekeh. Tapi dia benar-benar semenggemaskan itu. Penat saya benar-benar terobati hari ini. Sangat.

Saya mengelus pelan punggung tangannya dengan ibu jari saya. Seakan memberi isyarat, bahwa saya akan menenangkannya. Saya menengadahkan wajahnya menghadap langit, "cantik, sepertimu, Lili."

Saya tersenyum kecil. "Bertemu denganmu merupakan sebuah takdir yang sudah sepatutnya saya syukuri. You've just made my days feel better every second when I'm with you. Apalagi di saat-saat seperti ini. Rasa-rasanya, saya ingin bersamamu terus. Andai kata jodoh itu tidak diatur oleh Tuhan, saya akan memilihmu menjadi pendamping hidup saya. Untuk saat ini, Tuhan memberi saya kebahagiaan sementara dalam bentuk dirimu. Aih, kamu ini kenapa lucu sekali? Kamu diam saja pun bagi saya kamu sudah sangat lucu. Itu sudah lebih dari cukup untuk menghilangkan penat yang dari tadi sudah membuat saya tidak karuan. Dan hanya kamu saja yang bisa membuat saya menjadi lebih baik."

"Kakak..."

"Don't say anything, honey. I love you."

Saya hanya mengatakan apa yang saya ingin katakan.

Report Page