Unknown.

Aku tidak bisa tersenyum dengan tulus, selama hidup di dunia ini.

Apa kabar hati yang sekarang? Sudah baik-baik saja kah ketika melewati ratusan pilu yang terjadi?

"Gue ngga bisa mengekspresikan rasa sedih gue, Nan. Apapun yang gue ceritain ke lo itu masih 10% dari rasa di hati gue. Gue cerita ke lo cuma untuk menenangkan 5% hati gua, sisanya ngga bisa gue ekspresikan lagi."

"Emang nya gue pernah nuntut lo buat ceritain semua rasa yang lagi lo rasain sekarang? Engga, Ze. Gue dengerin apapun yang lo ceritain tanpa harus nuntut lo buat cerita semuanya. Luapin ke gue, walaupun nilainya cuma 5% dari banyak nya rasa sedih lo itu."

"Gue ngga deserve anything ya, Nan? Kenapa rasa sakitnya masih ada. Kenapa gue selalu ngerasa ngga worth it buat semua orang? Gue udah mencoba buat mencintai diri gue sendiri tapi ujung-ujungnya nihil. Gue selalu terbayang rasa takut gue dari kecil dan itu semua menghantui gue sampai sekarang, Nan."

"Ze, I'm so sorry to hear that. Gue beneran minta maaf kalau lo pernah ada di posisi yang bikin lo jadi serapuh ini. Bareng-bareng sama gue, kita sembuh bareng, ya?"

Hari-hari sudah ku lalui tetapi tak kunjung pulih. Lelaki yang kau lihat ceria di khalayak ramai adalah lelaki yang suka menangis di ujung tepi. Apapun yang ia ekspresikan, apapun yang ia lakukan tidak pernah usai perbedaannya dari dahulu dan sekarang.

Sampai bingung, kegiatan apa lagi yang harus ku lakukan untuk menyembuhkan diriku ini? Harus bagaimana lagi aku untuk memulihkan pikiran dan rasa takut trauma ku ini?

Keluarga, pasangan, teman, semuanya tidak bisa membuatku merasa tenang atau memang aku yang tidak bisa menerima diriku sendiri dengan lapang. Sakit. Takut. Aku tidak bisa lagi menahan itu semua.

Kutuliskan cerita ini hanya sekali, tidak akan ada lanjutannya lagi. Akan ku biarkan semuanya berakhir dimana tidak ada kejelasan untuk 'aku'. Sampai jumpa. Aku ucapkan terima kasih karena sudah mau membaca ini.

Aku tidak bisa bertahan hidup lagi, tapi aku tidak ingin mati, aku hanya ingin menghilang.