Travel.

Travel.

Neetran.

Gadis tersebut masih melangkahkan kakinya dengan tempo lebih cepat guna menghindar dari orang-orang yang akan menghabiskan waktunya untuk mengusik dan mengganggu, mencari cara bagaimana supaya bisa ia melarikan diri dari mereka dengan diselimuti perasaan takut. Hingga tak sadar perempuan itu memasuki wilayah hutan yang justru lebih berbahaya lagi bagi dirinya. Dan disini dirinya sekarang, melangkah lebih masuk guna mencari tahu dimana jalan keluarnya. Sungguh, peristiwa tadi menghantui benaknya, membuat perasaan takut kembali bangkit. Gadis yang ‘sedikit’ takut akan luas juga buasnya dunia karena ia menerima banyak perlakuan jahat dari manusia-manusia yang ia temui, kata ibunda, manusia itu tak sepenuhnya jahat,


"Tapi kenapa yang saya temui jahat, Bun?" Tanyanya bermonolog.


Tiba-tiba suara panahan mulai mengisi gendang telinganya, baru ia merasa aman, namun kembali merasa dikekang. Perempuan bermata cokelat tersebut bersembunyi dibalik pohon besar dihadapannya, ia mendengar suara hewan-hewan yang berisik seperti menyiratkan bahwasanya mereka terancam. Sang gadis semakin pusing, memikirkan teori sebenarnya apa yang terjadi? Hingga lewat sang kancil disampingnya yang tampak berlari namun gagal, karena mata sebelah kanannya adalah sasaran yang tepat untuk sebuah panahan menancap. Perempuan tersebut menutup mulutnya dan berjalan mundur menghindari si pemanah tersebut, mencari cara supaya tidak terlihat. Dan detik itu juga ia menyadari, bahwa perburuan dalam hutan belantara masih ada.

Tak ingin tinggal diam, ia berlari meninggalkan tempat ia berdiri tadi perlahan dan sangat hati-hati, selagi sang pemburu berusaha membukus beberapa tangkapan-tangkapan yang ia peroleh. Dan dengan bisikan, ia mengajak para hewan untuk ikut dengannya ke dalam sebuah Gua yang sempat ia lewati tadi. Untung saja ia meninggalkan langkahnya dengan batu kerikil.


"Manusia terkadang tidak merasa cukup," ucapnya seraya berjalan, seakan mengajak bicara para hewan-hewan, "Masuk, kalian akan selamat."


Setelah masuk dalam Gua dan dipastikan tiada satupun hewan yang tertinggal, gadis itu menancapkan batu pada permukaan Gua yang dilapisi tanah, supaya ada persediaan air untuk mereka. Melupakan dirinya yang tersesat, ia lebih mementingkan hewan-hewan yang nyawanya terancam hebat. Tujuan ia menancapkan batu supaya tanah mengeluarkan air. Namun saat ia kembali melangkah untuk mengambil batu kembali, ia merasa suara hentak kakinya menggema, apa dibawah sana ada ruangan lain? Tak berselang beberapa menit ia mengajak para hewan untuk membantunya menggali tanah pada Gua karena sungguh ia amat penasaran. Namun ketika empat puluh delapan menit lamanya ia dan para hewan menggali, tak ada hasil apapun, apa dirinya bethalusinasi? Sang Kancil ikut lesu, sudah tak dapat air, tak dapat juga hasil. Kancil itupun meringkuk pada lubang galian hingga suatu kejadian membuat seisi Gua terkejut.

Saat Kancil itu terperosok masuk ke dalam lubang dimana terdapat cahaya terang dari bawah sana, hingga perempuan tersebut mengisyaratkan beberapa hewan untuk segera masuk juga.


Sampai, gadis tersebut mencari hewan-hewan tadi, apakah ia akan sendiri lagi? Ah, ternyata mereka minum- tunggu, ada sungai? Sungai deras yang mengalir juga rerumputan hijau segar berada pada pandangannya saat ini, seperti dongeng, namun bukan. Ia menyusuri beberapa ladang yang tak ada hewannya, rumah-rumah tak berpenghuni dengan persediaan makanan yang lengkap. Ia menemukan tempat persembunyian sekarang.


Ia berencana untuk kembali naik pada permukaan Gua, guna menandai bahwa Gua ini adalah rumahnya, tanpa memberitahu hewan satupun yang sedang asyik minum disana. Ia menaiki lorong perlahan, dan dengan hati-hati. Setelah sampai, ia membersihkan bajunya yang kotor dan mengintip keluar, apakah diluar sudah aman? Dengan sigap ia memberanikan diri keluar dan terdapat anak panah berserakan. Ia mengambil salah satu anak panah tersebut dan mulai mengukir suatu tulisan pada tembok depan Gua,


"Neetran La Vatnesh Canagazair" begitu tulisnya.

Report Page