secret.

secret.

Jo, k/ia




Suasana dalam perpustakaan malam ini begitu sepi, hanya suara ketukan pelan pada meja yang bersibobrok dengan senyap yang menemani mereka berdua. Pemuda dengan iris coklat yang menyandang nama weasley itu menatap netra seputih salju seolah menelisik. mencoba untuk mencari jawaban pada pertanyaan yang selalu ditepis oleh sang lawan bicara.

Sudah sepuluh menit lamanya mereka diam. Ketukan demi ketukan, hembusan angin dan derap langkah kaki yang ingin keluar dari perpustakaan tidak membuat rasa ingin tau milik Ronan terjawab. Draco terlalu bebal, ingin rasanya ia menarik rambut platina miliknya dan menceburkan rupa bodoh miliknya itu ke dalam wastafel kamar mandi agar Draco menjawab pertanyaan dengan mudah, semudah ia bernafas.

"Baik, Draco. Untuk terakhir kalinya, jawab pertanyaan dari gue. Sebenernya lo suka sama temen gue kan? Harry?"

Ketukan pada meja terhenti, Draco bisa merasakan sudut bibirnya berkedut. Ada rasa tidak suka ketika ia mendengar nada milik Ronan, terasa seolah memojokkan dirinya. Ia menyipitkan mata, berusaha untuk terlihat normal dengan menatap netra coklat milik Ronan. Ia tidak bisa secara gamblang mengatakan bahwa ada sesuatu yang menggelitik dibagian perutnya atau Ronan akan menertawakan dirinya. "Ngga," Dengan gerakan singkat, ia langsung menoleh ke arah lain selain tempat dimana Ronan masih menatapnya dengan penasaran.

Sudut bibir milik Ronan terangkat begitu ia melihat telinga milik Draco begitu merah. Ia bisa beransumsi bahwa tuduhan nya terbukti benar walau Draco masih dalam pendirian untuk tetap diam. Jadi, agar Draco menjawab nya dengan jelas, ia menambahkan argumen yang lain.

"Kalau lo ngga suka sama dia, kenapa lo mau cium dia disini tadi pas dia ketiduran? Emang lo kira gue ngga ngeliat kelakuan lo tadi?"

Draco meringis setelah mendengar penuturan dari Ronan. Seumur hidup ia tak pernah merasa malu hingga saat ini, betapa bodoh nya. Ia tidak menahan perilakunya. Ia hanya terlalu hanyut dalam eforia dimana ia begitu memuja wajah milik sang pujaan hingga ia lupa pada batasan-batasan yang seharusnya tidak ia langgar.

"Tapi kan, ngga sampai nyentuh juga"

Bingo.

Dengan jawaban seperti itu sama saja dengan Draco menyetujui tuduhan yang ia lontarkan. Ronan menghela nafas, membawa dirinya untuk menyender pada kursi yang sedang ia duduki.

"Sejak kapan?"

"Dua tahun yang lalu, waktu yule ball"

Ronan bisa merasakan nyawanya terangkat begitu mendengar jawaban dari Draco. Selama mereka berempat berteman, Ronan bisa memahami karakter Draco bahwa ia terlalu diam soal emosi yang ia miliki. Draco akan tetap terlihat tenang walau kerutan kening di dahinya tidak bisa membohongi, bahwa Draco sedang merasa kesal ketika mereka berbeda pendapat. Draco akan memilih untuk mendiskusikan soal pendapatnya alih-alih marah, mencoba agar pendapat nya akan disetujui walau Harry tetap akan menolaknya jika itu tidak efisien setiap kali mereka menghadapi masalah Hogwarts. Persetan dengan Harry, Ronan juga akan menolak pendapat milik Draco. Tapi jika itu membuat Draco memilih untuk diam menyimpan segalanya selama dua tahun, Ronan bisa saja mendorong Draco untuk jujur kepada Harry jika Draco tertangkap sedang mencoba untuk menciun Harry dua tahun yang lalu.

"Kalau naksir kenapa ngga bilang?"

"Ngga semudah itu, Ronan"

Ronan mengerang, mendapat jawaban tidak memuaskan milik Draco.

"Kalau dia ngga suka sama cowo gimana? Kalau dia malah ngejauh nanti gimana? Kalau gue keliatan jelek dimata dia gimana?"

"Sepertinya opsi tiga terlihat benar"

Draco memicing tidak suka, memandang Ronan seolah ia ingin mencekiknya. Ronan tertawa begitu puas dengan ekspresi yang Draco perlihatkan. Inilah mengapa Draco tidak ingin menceritakan apapun kepada Weasley dan memilih pada Granger. Selain karena gadis brunette itu pintar, Hermione akan selalu menilai dengan sudut pandang yang baik.

"Tapi ayolah, gue sama Hermione saja bisa menerima satu sama lain dengan baik karena gue sama dia saling mengakui. Ngga sesulit itu, Draco"

"Kasus yang kalian miliki sama gue tuh beda, Ronan. Lagipula, belum tentu Harry suka sama gue juga"

"Setidaknya nyoba dulu" Jawaban dari Ronan membuat Draco begitu diam. Ia tidak mengira jawaban apa yang akan Ronan berikan pada dirinya. Menghela nafas dengan berat, ia berusaha untuk tidak memaki Ronan saat ini dan memilih untuk mengetuk meja dan berdiri dengan dramatis.

"Ah, males. Sampai sini aja diskusinya" Ia memandang Ronan dengan tajam, menuding wajah tersebut dengan jari telunjuk miliknya. Mencoba untuk mengancam "kalau Harry sampai tau tentang ini, gue ngga akan maafin lo"

"Terserah lo aja, makan aja gengsi lo yang setinggi langit itu. Eh—woy! Jangan ninggalin gue!"

Draco tidak peduli dengan panggilan Ronan dibelakang nya. Ia kepalang malu sekaligus kesal dengan apa yang Ronan katakan pada dirinya. Bingung yang menguar pada fikiran milik Draco tidak membuat debaran pada jantung Draco mereda, justru itu semakin memperburuk nya. semua saran yang Ronan beri, otaknya terus-terusan mencoba untuk mencerna.

Jika ia jujur pada Harry, apa ada kesempatan untuk menerima balasan yang sama?

Bagaimana jika tidak?

Bagaimana jika ia akan memperburuk segalanya?

Segala pertanyaan negatif yang ia miliki, terdapat sedikit keinginan yang muncul pada sudut hatinya bahwa Harry akan merasakan hal yang sama dengan apa yang Draco miliki untuk Harry.

Langkah yang ia lalui terasa begitu berat, Draco tidak mengira jika segala perasaan yang ia tahan selama dua tahun akan meledak saat ini juga dan Draco tidak siap atas segala konsekuensi yang akan ia terima.

Sialan, Weasley.




Report Page