Secret

Secret

nat

Gelapnya langit semakin pekat, namun rasa kantuk tak sedikit pun melekat, terlebih bagi kedua insan yang kini sedang berbincang ria melalui telepon genggam.

Entah apa yang mereka bahas hingga tawa keduanya tedengar renyah.

Tawa keduanya semakin mereda, hingga kini suasana menjadi senyap. Belum ada satu pun yang membuka suara lagi beberapa saat.

“Nat..” Panggil Aska dari seberang telepon.

Natta hanya menjawab dengan dehaman. Tangan kanannya memegang ponsel yang ia tempelkan di telinga, sedangkan tangan kirinya memainkan ujung bajunya.

“Happy anniversarry..”

Natta menjauhkan ponsel dari telinganya. Pukul 00.01 dini hari, yang artinya hari sudah berganti.

Kedua ujung bibir Natta terangkat, melukis senyum tipis di wajah cantiknya. Ia baru ingat hari itu adalah hari jadi hubungan mereka selama satu tahun lamanya.

Iya, sudah satu tahun mereka menjalin hubungan. Kejadian waktu itu ternyata sudah tujuh bulan lamanya. Kejadian dimana keduanya harus berperang dengan hati untuk menetapkan siapa yang pantas dipertahankan. Hingga keduanya memilih satu tujuan yang sama.

Tujuh bulan juga Aska menyembunyikan fakta bahwa dirinya pernah tidur dengan Joce yang notabenenya mantan sebelum hadirnya Natta sebagai dermaga hatinya sekarang.

Sangat mustahil jika kejadian itu hilang begitu saja dari pikiran Natta. Sejujurnya, masih banyak tanda tanya yang terkubur di pikirannya. Bahkan tak jarang juga Natta bertanya pada dirinya sendiri tentang mereka berdua —Aska dan Joce. Entah mereka yang masih berhubungan, atau bahkan mereka yang belum bisa saling melepas satu sama lain.

Namun, Natta selalu menepis ketika semua pikiran buruknya datang, mengingat sebelumnya Natta sendiri yang memilih Asla untuk dipertahankan.

Tentang Candra, pria itu seperti ditelan bumi setelah berpamitan. Keduanya sudah tak bertukar kabar sekarang karena kontak Candra juga menghilang.

Namun setelah beberapa hari tragedi hilangnya Candra, ada bucket bunga yang datang lagi dengan note bertuliskan,


Gua pergi, ya? Bukan gua mau ngejauhin lo, tapi gua sendiri butuh waktu buat berdamai sama masa lalu. Terlebih lo orang pertama yang buat gue secinta itu. Be happy, Nat! Harus bahagia karna gua udah banting hati buat relain lo. Jangan buat usaha gua sia-sia.


Natta terlalu larut dengan ingatannya, hingga ia melupakan bahwa panggilan dengan Aska masih tersambung.

“Kok diem?” Tanya Aska karena tak mendengar jawaban dari lawan bicaranya, “Ga dijawab, nih?”

“Engga.” Jawab Natta, mencoba usil.

Aska merengut meskipun ia tau Natta tidak bisa melihatnya. Sedangkan lawannya kini terkekeh, Natta yakin Aska kesal akan keusilannya itu.

“Gausah ketawa lo.” Sungut Aska yang membuat Natta semakin tertawa meledek.

“Dih? Dibilang jangan ketawa.”

“Mang napa si?”

“Ntar candu buat aku.”

Jawaban yang baru keluar dari seberang telefon sontak membuat Natta tersenyum salah tingkah. Giginya bergesekan, siap menggigit bantal guling yang ada di sekitarnya.

“Nat.. Mau jujur-jujuran, gak?”

Entah kepikiran darimana tiba-tiba saja satu kalimat itu muncul dari mulut Aska, dan entah mengapa hatinya serasa diserang saat itu juga. Padahal Jenio belum menjelaskan apapun.

Natta takut.

Ia takut Aska membahas luka yang telah terkubur lama.

Jika pun benar, Natta belum siap. Lebih baik ia tidak mendengar penjelasan apapun daripada ia tau sesuatu yang membuatnya sakit.

Dengan berat hati Natta menjawab, “Boleh..”

“Siapa duluan?”

Natta diam, perasaannya semakin gelisah.

“Oke.. aku dulu, boleh?”

“Iya.. Silahkan.”

Dapat terdengar tegukan ludah dari seberang, yang artinya Aska sendiri juga berat untuk mengungkapkan.

“Natt.. Ada hal yang aku sembunyiin dari kamu.”

Aska menggigit bibir bawahnya khawatir sebelum melanjutkan kalimatnya.

“Aku..”

Tenggorokan Aska tercekat.

“Hm?”

Suara Natta membuat Aska memejamkan matanya. Lelaki itu menarik nafas panjang, lalu dihembuskannya pelan. Berusaha menetralisir dirinya sendiri yang merasa gundah.

“Aku tidur sama Joce.. Tujuh bulan yang lalu..” Kalimat Aska terjeda, “Aku yakin kamu udah lihat postingan Joce waktu itu.. Itu bener, itu aku, Nat.” Lanjutnya.

Hening beberapa detik, lalu terdengar kekehan.

Natta tertawa, ia sudah menduga.

Meskipun dugaannya benar, tidak menutup kemungkinan bahwa hati Natta serasa diremat. Namun, perempuan itu masih tersenyum tipis, sangat tipis hingga hampir tak terlihat. Mungkin senyum miris adalah kata yang tepat.

Ternyata meskipun udah menduga, tetep sakit, ya? Haha. Batin Natta.

“Nat? Kok ketawa?”

“Aku udah duga, Ka. Lo mau kita jujur- jujuran, kan? Okay..” Natta menghela nafas berat, ”Bohong kalau selama ini aku ga overthinking soal itu. Dan sekarang.. kamu udah jelasin.” Lanjutnya.

“Setelah kejadian itu, aku susah percaya sama kamu, meskipun aku udah berusaha percaya. Apalagi waktu itu kamu lupa jelasin semuanya. Aku kira kamu emang sengaja nyembunyiin itu dari aku.” Jelas Natta.

Aska memberi kesempatan lawannya untuk mengeluarkan apa yang selama ini ia pendam.

“Tapi aku selalu nepis pikiran itu karena gimanapun kita juga yang ambil keputusan buat saling bertahan.”

”Apapun yang terjadi..” Jeda sejenak, “Aku sayang kamu, Ka.”

“Ada lagi yang mau kamu sampein?” Tanya Aska memastikan.

“Makasi.. Makasi akhirnya kamu mau jelasin. Makasi mau terbuka.. Meskipun telat.”

“Udah?”

“Udah.”

“Giliran aku, ya? Nat.. aku waktu itu masih bimbang sama perasaan aku sendiri. Iya, emang bodoh aku sampe gabisa nahan diri. Tapi waktu itu awalnya dia minta tolong, dan posisinya aku masih ada rasa sedikit dan ga mungkin aku biarin gitu aja. Akhirnya aku dateng, niatnya cuma mau bantuin dia, tapi dia buat aku liat dia, Nat..”

Natta dapat mendengar helaan nafas dari bibir Aska melalui sambungan panggilan yang sedari tadi masih terus berlanjut.

“Dia buat aku jatuh ke dia lagi, Nat.. Maaf..”

“It's okay.. Aku paham, Ka.” Jawab Natta tenang, berusaha mengerti meskipun batinnya diserang.

“Setelah itu aku bener-bener mantepin hati aku buat milih kamu. Aku sayang kamu, Nat. Don't leave me, please..”

“Iya, Ka...”

“Nat.. I love you.. More than you know.”

“Iya, Ka..”

“Nat.. Kita ga putus, kan?”

“Kalau aku minta waktu, boleh?”

“Nat..”

“Kita ga putus, aku cuma minta waktu, Ka. Aku bakal balik nanti. So, please?”

“Sure.. Take your time, Nat. aku bakal nunggu kamu sampai kamu kembali.”

“Aska.. I love you endlessly.”

Lalu sambungan itu terputus secara sepihak oleh Natta.

Detik selanjutnya, perempuan itu menangis, kedua tangannya meremat kuat bantal yang ada di dekatnya, melampiaskan sakit yang ada.

“Aska.. sesek..”

Bersamaan itu, Natta memukul dadanya sendiri berkali-kali. Isakan itu semakin menjadi.

“Maaf, Ka.. Maaf kalau aku lupa buat kembali.”

Report Page