N;

N;

Radhika

"Kamu sedang apa?" Lelaki itu mendekat dan memperhatikan lelaki yang lebih tua mmperhatikan sebuah album foto yang telah berdebu itu.


Radhika, lelaki yang lebih tua itu mengela nafasnya dengan pelan. Membuka lembaran demi lembaran tentang isi cerita yang ia tulis saat bersama seseorang. "Tidak, aku hanya merindukan tuan ku yang paling berharga didalam hidupku."


Lelaki yang lebih muda itu menatap kearah Radhika dengan bingung. "Lalu? Kemana dia?"


"Pergi, karena kesalahan ku. I wish I can turn back the time," ucap radhika sambil mengusap foto itu.

Radhika tersenyum, lalu terisak pelan sambil memeluk album foto miliknya. "Kamu tau? Kata orang, dia jahat kepadaku karena telah membuat mentalku sedikit terganggu," ucapannya terhenti karena sesegukan. "But, they doesn't know... at my lowest point, he always cheer me up. Aku ingat betul kalau dia oernah mengatakan kalau dia tidak akan membiarkan ku jatuh sendirian. Kalau aku mati, maka iya akan mati, dia tidak pernah membiarkan ku menyerah dengan kehidupan ku, he always... being my home when I need him."


"But, stupidly... aku masih ragu... mengingat sebelum bersamanya, aku pernah mengalami hal yang serupa, namun membuatku kehilangan kepercayaanku terhadap orang. Tuanku tidak salah, aku yang salah karena menyia-nyiakan semua kebaikannya terhadapku," lanjutnya.


"Penyesalan selalu datang terlambat, kan?" Radhika menyetujui ucapan lelaki muda itu.


"Benar, lalu aku mengubahnya menjadi orang yang jahat, dan bodohnya aku masih berlagak sebagai korban. Beberapa kali aku denial terhadap perasaan ku bahwa aku hanya merasa terikat sebatas teman nafsu, but it goes wrong... i really love him and I really do," sambung Radhika sambil membuka halaman selanjutnya.


"Jadi? Itu kah alasanmu mengapa tidak pernah mencari orang baru?"


Radhika terdiam sebentar, lalu menyunggingkan senyumnya.


"Dia bukan orang yang mudah untuk di gantikan."


"Kenapa?"


Radhima tersenyum sambil melihat foto dimana dirinya merasa sangat bahagia dengan tuannya.


Radhika ingat betul, bahwa hari itu adalah perbincangannya saat telah menyesali bahwa sudah terlambat bagi dirinya untuk menyadari bahwa tuannya sangat memberikan apapun untuk dirinya.


"Kamu sangat menyayanginya?"


Radhika mengangguk.


"Tinggalkan semua kenangan tentangnya, dan berpikirlah bahwa hidup mu masih panjang, Radhika."


Radhika menyeringgai, lalu menutup album tersebut dengan cepat. "Diamlah, Elvin Pramesta Samudra, saya bukanlah dirimu yang masih ragu pada tuan sendiri."


Lelaki itu melotot, Radhika menyeringgai. "Now, I gotta go. My master, called me in his hell, bye bitch."


Radhika berlari menuju balkon dan melompati balkon dengan cepat, membiarkan tubuhnya terjatuh bersamaan dengan semua kehidupan yang ia miliki.


Radhika tersenyum, saat melihat sang iblis mendekatinya sambil merangkul pinggangnya dengan kuat.


"Welcome home, Radhika."

Report Page