Me

Me




Saat itu, saat Syeollin kelas 1 SMA. Saat semua masalah berlalu dan orang-orang yang ia sayang ikut pergi meninggalkannya.

Selalu saja seperti siklus, Syeollin dipertemukan oleh masalah baru, dan teman baru yang ia sayangi selanjutnya.

Choi Seungcheol salah satunya. Mungkin, jika saat itu ia mengeluh langsung kepada Sir Choi. Mungkin. Ia tidak akan mengenal Choi Seungcheol atau yang lebih akrab disapa kak Cheol sebagai coach sekaligus kakak didiknya.

Saat itu, saat hari pertama Syeollin masuk sekolah baru.


Sepulang sekolah, seperti tidak punya hal menarik lainnya selain pergi boxing. Aku hadir sparing seperti biasanya. Namun saat itu, Sir Choi mengumumkan adanya anggota magang baru. Sebenarnya tidak hanya satu, namun 3 anggota magang. Namun yang terlihat paling tidak bersahabat adalah orang yang berada di sebelah kiri Sir Choi. Berdiri sendirian.


Susunannya: ( M1 —  M2  — SirC — M3)


Mereka memperkenalkan diri, M1 bernama Choi San, nama paling simple yang aku harap ia adalah Coach ku. M2 bernama Lee Juyeon, satu satunya coach yang bermarga Lee. Dan pria M3, yang namanya paling sulit disebut. Choi Seungcheol, atau apalah itu. Ku panggil saja M3.

Semua anak magang berjenis kelamin laki-laki. Tidak terlalu sulit untuk memilih anak laki-laki mana yang mau diajar. Tantangannya adalah anak perempuan. Ada 5 anak perempuan yang berlatih di tempat ini, dan pilihan ini benar benar harus di pikirkan matang matang oleh Sir Choi. Bahkan untuk pemilihannya sampai memakan waktu 1 jam runding sendiri, dan selama itu anak anak di izinkan sparing mandiri (lebih seperti dibebaskan main-main).

Aku —yang di sini tidak memiliki tujuan lain selain meninju orang (atau samsak juga tidak masalah)— memilih berjalan-jalan ke sekitaran gedung. Lumayan, sudah cukup lama aku tidak berjalan-jalan karena hecticnya aku di kelas 3 smp. Sampai mungkin sudah setengah jam aku berkeliling dan menemukan diriku berjalan menuju ruang Sir Choi. Mengetahuinya aku ingin kabur saja, namun saat mendengar Sir Choi tampak resah di dalam sana. Aku pun menguping.

"Mengapa aku yang harus didahulukan?" tanya anak magang yang ku yakini si M3 atau orang yang paling sulit disebut namanya. "Ini sulit, jika kamu tidak menemukan satu orang lebih dahulu. Maka kamu sendiri yang akan kesulitan. Pilihan untukmu benar-benar harus tepat. Tapi siapa" ucap Sir Choi. "yaudah kalau gitu aku terakhiran saja. Aku haru—" seru M3 terburu-buru. "tunggu! Aku sudah melihat petunjuknya namun aku tidak ingat siapa orangnya. Bersabarlah sebentar, semua anak magang diwajibkan memegang anak perempuan di sini setidaknya 1 diantara 5 dan kau beruntung kau diizinkan mengambil satu." lerai Sir Choi. M3 sabar sekali menunggu. Walau Sir Choi malah terlihat mengulur waktu. "dari semua anak perempuan yang duduk dan terlihat menonjol diantara anak laki-laki. Siapa yang kau perhatikan?" tanya Sir Choi kemudian. "aku tidak melihat siapapun." seru cepat M3. "kau terus menerus memperhatikan satu orang" balas Sir Choi cepat. Setelahnya M3 melirik keluar, seperti tertangkap basa. Aku kabur karena aku yakin sekali ia mengetahui keberadaanku. M3 mengetahui aku menguping!

Langsung saja aku membatin, berharap dihindari oleh orang itu setiap sparing. Mungkin jika jadwal sparingku ternyata bentrok dengan jadwal ajar si pria magang 3, aku akan langsung minta pindah hari latihan pada Bunda. Namun, sepertinya dewi Fortuna sedang ingin bercanda mendengar permintaanku.


Setelah 1 jam lamanya, Jadwal sparing di bagikan. Aku dapat jadwal sparing dengan pria magang nomor 3. Bukan bentrok lagi, namun diajar langsung oleh pria tersebut. Seperti tau apa yang aku pikirkan. William —teman yang mendapat M3 sebagai caochnya— langsung memelukku. Seakan ikut berduka cita dengan kabar yang di berikan. "aku tahu, aku juga menghindarinya" seru William. "sepertinya aku akan minta ganti jadwal pada bunda sehabis ini" balasku. "aku malah ingin minta ganti nama pada mom, kata teman ku. Namaku di pick coach itu karena namanya aneh. Beda sendiri katanya. Kalau kaya gitu aku gak bakal membanggakan namaku lagi" seru William pasrah.


Sepulangnya, aku mengeluh saat kumpul keluarga. Abang —seperti biasa— menertawakan ku, ia sebut aku lebay karena bercerita dengan menggebu-gebu. Padahal dulu dia sempat bercerita sambil nangis-nangis karena dipaksa eskul pramuka wajib. Bunda memaklumi dan hampir saja menyetujui permintaanku sebelum Ayah menantang keras. "Gak, Ayah gak setuju. Adek harus bisa beradaptasi. Belajar untuk menerima hal yang gak adek suka. Adek sudah menilai padahal adek belum mencoba. Ayah bakal setuju untuk pindah jadwal kalau adek sudah mencoba dan benar-benar sudah gak nyaman untuk latihan bareng coach baru itu." seru tegas Ayah, aku tantrum.


Esoknya, William menghubungi ku. Kita (anak boxing sir Choi) memang sudah sedekat itu, apalagi anak-anak masih bertahan 3 tahun di tempat ini. Sir Choi juga mengizinkan grup chat dirinya menjadi tempat anak-anak berbincang dan bercanda. Namun tidak ada yang pernah benar-benar menghubungi secara pribadi. Dan lucunya, ia hanya menghubungi untuk menyuruh ku tidak masuk sparing besok karena hari ini —William yang sedang sparing pengganti bolosnya— diberi intimidasi parah oleh coach tersebut. Dan lucunya lagi ia mengadu coachnya ingin dipanggil Kak! Bukan Sir atau Pak.


Dan hari ini. Perdana diri ku diajar oleh coach baru. Aku masuk ruangan. Sudah ada coach M3. "Siang, eee... Coach" sapa ku sambil menaruh barang-barangku di tempat biasa. Ia mencoba tersenyum dan mencoba menyapa ku balik. "selamat siang juga".

"Ini perdana kita latihan ya. Seperti yang diperkenalkan sir Choi kemarin, saya pelatih baru kamu. panggi saya senyamanya saja" serunya, tatapanya memang tajam tapi aku tidak merasa terintimidasi. Malah terasa seperti M3 mencoba bersikap ramah dengan raut wajah yang terlalu kaku. "boleh saya panggil kakak? Kayanya umur kita juga gak terpaut jauh" seru ku, ia terlihat cerah mendengar perkataanku. "diperbolehkan, umur saya memang baru legal tahun kemarin." aku termangu, hah? Baru legal.


"maksudnya, baru 21 tahun?" tanya ku bingung. Kata Ayah batas legal atau resmi dewasa itu di usia 21 (20 tahun bisa dipertimbangkan). Kak M3 terlihat tertawa. Kapan lagi, orang yang ditakuti William aku buat tertawa. "bukan, saya baru saja berulang tahun yang ke 18 tahun kemarin" .....


HAH.


"berarti..... Itu gak legal dong..." seru ku, protes. "legal itu 21 ke atas. Usia Dewasa. Kalau 18 baru pra-dewasa." sua ku, maksudnya ya aku jadi kesal sendiri. "benar, tapi untuk umum, diatas 17 tahun sudah batas legal. Sudah di atas satu tingkat dari remaja. Menurut saya sendiri saya sudah legal, sudah bebas untuk melakukan hal di luar norma anak." seru kak M3, aku makin bingung. "memang seenak itu ya jadi dewasa?" tanya ku, semakin dibuat bingung karena kak M3 sangat bangga dengan 'menjadi dewasa' di umurnya yang baru menginjak 18. "enak, kita sudah bebas melakukan segalanya karena kita sudah tidak diatur lagi. Kita yang mengatur diri sendiri, mau menjadi lebih baik atau lebih buruk. Kita juga jadi bebas melakukan apapun karena sudah mencapai usia matang." jelas kak M3. Aku masih belum puas. "bukannya enakan jadi anak anak? Kita dapat perlindungan khusus, kalau buat kesalahan gak bakal langsung di penjara karena ada perlindungan anak. Ngebunuh aja dilindungi" kakak M3 langsung memberi wajah bingung. "golongan darah kamu AB ya?" — "kok kakak tau?" — "Pantes, mencerminkan jiwa psychopath." —"hah?" — "saya juga AB soalnya."


diluar nayla.


"sudah-sudah, kakak kemarin namanya siapa? Maaf lupa" seru ku tanpa merasa bersalah. Mungkin karena sudah nyaman bercanda, ia jadi tidak marah saat aku lupa namanya. "Kakak namanya Choi Seungcheol, nama kerennya S. Coups" seru pria yang baru pra-dewasa itu. "s......coups? Choi .... Seungcheol" usahaku mengingat ingat. Jujur nama kerennya aneh, sulit dilafalkan. Seungcheol terdengar panjang sekali sampai berbelit. "kak Cheol saja ..... Boleh?" tanyaku, kak M3 yang berniat ku panggil kak Cheol mengangkat satu alisnya. Mungkin kaget karena nama pemberian ku jadi semakin aneh untuknya. "boleh apa?" tanyanya. "kupanggil kak Cheol. Eh, saya panggil kak Cheol." seru ku, kak Cheol kali ini tampak tersenyum. Manis sekali.


"Boleh banget, pakai aku-kamu juga gak masalah. Kak Cheol cocok kalau dari kamu." serunya, masih sambil tersenyum. Aku jadi bingung. Kepribadian kak Cheol ini sangat sulit di tebak. "ayo, sudah waktunya kita mulai latihan." ajaknya, mengingatkan aku kalau ini bukan hari khusus sesi perkenalan.


Sepertinya William juga sama bingungnya dengan kepribadian kak Cheol (atau yang ia panggil Sir Coach karena ia enggak memanggil Kak) karena ia bahkan menghubungiku lagi, menceritakan keanehannya kemarin saat ia melatih William yang memang sesi malam —Alasan jarang bertemu langsung, namun berpapasan saat pulang. Tiba-tiba saja kak Cheol jadi baik kepadanya. Bermurah hati dan bahkan nada bicaranya berubah, tapi William malah berkata ia merinding. Takut takut hantu malam telah merasuki kak Cheol. Aku yakin sehabis ini ia pindah jadwal jam. Karena William porno habis.


Mungkin sekarang, aku mengerti mengapa teman-temanku yang mendapat kak Cheol sebagai coachnya mendapat pesan untuk sparing pengganti karena mereka sering bolos padahal tidak ada pengumuman khusus di grup boxing sir Choi. Ternyata kak Cheol suka sekali menghubungi anak didiknya secara pribadi. Aku dihubungi beliau dengan pesan super singkat.


| Jeon Syeollin, jadwal kaya biasa ya


Kak Cheol benar-benar tak terduga. Aku menjawabnya dengan hal singkat juga seperti "siap kak 🫡" untuk menghargai ke-niat-annya menghubungi satu satu orang yang ia ajar. Sedikit aku simpulkan, kak Cheol ini orang yang perhatian pada semua anak-(didik)-nya. Atau memang dia adalah orang yang perhatian.


Semenjak kak Cheol menjadi coach ku, hari berganti lama sekali. Padahal jarak antara latihan 1 ke latihan 2 dalam seminggu hanya berjarak 1 hari kosong. Entah memang waktu sedang ingin berlama-lama atau aku yang tak sabaran, aku langsung buru-buru pulang memaksa kak Wonwoo mengantarkan aku ke tempat latihan secepatnya. Sesampainya di ruangan ku. Kak Cheol jelas sudah ada di arena. Seperti tidak pernah terlambat barang sedetik. Kak Cheol yang sudah menyadari keberadaan ku tersenyum menyapa ku dan turun dari arena. "Siang Syeollin, sudah siap latihan?" tanyanya basa basi, aku tersenyum dan mengangguk. Kami memulai latihan seperti biasa, sesuai jadwal yang sudah ku lakukan bersama sir Choi. Kak Cheol orangnya juga lumayan terstruktur.


"Kamu Boxingnya bagus juga Jeon Syeollin. Sudah berapa lama latihan?" tanya kak Cheol saat kami sedang istirahat. Aku agak tersinggung. "tahun ini yang ke 3 tahun aku belajar boxing di sini" seruku sedikit sombong. Kak Cheol tampak tersenyum. "keren ya konsisten. Jarang kakak liat ada yang bertahan boxing apalagi kalau ada coach baru yang gak seramah sebelumnya." seru kak Cheol kali ini kesannya menyindir. "emang kak Cheol udah berapa lama ngeboxing?" tanya ku, penasaran. "ngeboxing udah dijadiin hobi dari kecil. Sampai Bokap bikin tempat ini untuk kakak latihan. Ini karena nganggur aja pulang kuliah gak ngapa-ngapain jadi magang di sini. Nyoba jadi coach walau kayanya gak cocok sama anak-anak di sini." jelas kak Cheol, aku termangu. KAK CHEOL YANG PUNYA TEMPAT INI. bukan bukan, KAK CHEOL ANAK YANG PUNYA TEMPAT INI. Fakta yang terlalu gokil.


"anak-anak cowok kayanya masih sawan liat saya, saya bahkan sebenarnya kaget kamu satu-satunya orang yang gak takut sama saya. Perempuan lagi, gak pernah saya liat perempuan gak takut sama saya. Jadi mohon maaf kalau saya awalnya agak meremehkan. Sir Choi bilang ke saya, saya harus lebih lembut mendidik anak. Tapi Jeon Syeollin itu sedikit berbeda, anaknya beneran fleksibel mau siapapun yang ngajar. Saya mau membuktikan tapi sepertinya memang saya yang salah menilai." jelas kak Cheol, aku mengangguk angguk. Anggap saja memaafkan karena aku juga biasa saja dengan cara pandang orang lain terhadap ku.  


"Kalau mau dekat dengan anak-anak sini sebenarnya gampang kak. Tips utamanya ramah, atau sok ramah aja. Tanyain kenyamanan mereka apa. Lebih suka dipanggil apa karena ada anak yang lebih suka dipanggil adek dari pada nama, katanya karena paling muda. Terus cara belajar. Ya memang sulit untuk beradaptasi tapi saya yakin anak-anak gak sawan kok sama kakak. Mereka cuman belum terbiasa aja dengan gaya belajar baru yang tadinya santai jadi lebih terstruktur jadi kesannya mereka ditekan. Bukan kak Cheol menekan anak-anak tapi mereka belum terbiasa untuk jadi anak yang teratur. Jadi kak Cheol santai aja lama-lama mereka juga bakal terbiasa kok." seruku menenangkan, kak Cheol mendengarnya pun sedikit termangu lalu tersenyum.


"kalau kamu, nyamanya kaya gimana?" tanya kak Cheol kepada ku. "boleh jujur?" tanyaku kak Cheol menyeringai. "boleh lah, masa kamu bohong buat kenyamanan kamu sendiri" seru kak Cheol. "saya lebih nyaman dipanggil pakai nama saya, Jeon Syeollin. Syeollin, Sye, ollin, lin. Apapun asal nama saya. Kesannya lebih akrab buat semua usia. Terus dari pada aku-kamu yang sedikit terdengar tidak sopan dan saya-kamu yang agak kaku. Saya lebih suka Sye, nama saya dan kak Cheol. Jadi kita saling panggil pakai nama masing-masing. Terus jadwalnya agak di santaiin dikit ya kak soalnya saya gak terlalu terstruktur hehe" seruku, diakhiri kekehan. Kak Cheol tampak menimbang dan akhirnya mengangguk. "Oke, ..... Sye. Kak Cheol bakal berusaha buat ngelakuin hal yang bikin anak-anak didik kakak nyaman" serunya.


Dan terbukti. Sampai sekarang. Sampai aku kelas 2 sma. 1 tahun bersama kak Cheol, aku merasa nyaman nyaman saja diajar kak Cheol. Teman-temanku juga. Terbukti gak ada yang sampai pindah jam apalagi keluar boxing. William bahkan sering minta jam tambahan buat belajar lebih dalam bareng kak Cheol. Ini mungkin karena fakta kak Cheol sudah lama menjadikan boxing sebagai hobinya makanya William (yang ayahnya juga mantan pemboxing) ditantang kak Cheol saat sparing. Tapi cara melawan orang yang ingin kita lawan adalah belajar dari orang itu sendiri bukan?


"Sye, besok kosong gak?" tanya kak Cheol setelah sparing hari ini selesai. "besok aku ada Universe factory kak, gak ada acara penting si akhir-akhir ini, Bisa izin sehari harusnya." jawab ku. "gak usah izin, nanti pulang sekolah kamu kakak jemput aja. Nanti kakak izin Wonwoo sama Woozi buat dateng telat dikit" jelas kak Cheol. "lah kenal kak Woozi dari mana?" tanyaku. Kak Cheol langsung kikuk. "adalah, besok bisa temenin kakak? Mau cari hadiah buat temen cewek kakak" seru kak Cheol. langsung aja ku "CIEEEEEE" cie-in.


"katanya kak Seungcheol gak punya temen cewek bahkan dideketin selain kamu makanya agak anti romantic." tanya Abang Wonwoo. Lah iya. "gak tau, mungkin anak kampus ulang tahun buat formalitas. Beliau kan menjunjung tinggi kehormatan." seru ku. "Oh atau...." seru ku dan abang berbarengan. Sudah jelas, kita satu pemikiran. "HAHAHA"


Kak Cheol itu adalah orang yang menepati omongannya. Karena sekarang, dia bahkan sudah menunggu dengan keren di atas motor depan gerbang sekolah. Saat ia akhirnya melihat ku, Kak Cheol tersenyum pada ku lalu melambaikan tangannya.


WATADOS MEN.


orang orang yang sedang berjalan pulang langsung ngeliatin saya. Emang si vibenya kaya cerita wattpad gitu tapi ya ADUH. "Wih cowok siapa tuh" seru Jiho menggoda. "Wah dijemput ayang. Dari kampus mana tuh" kali ini kak Yooa ikut menggoda ku. Kali ini aku bersyukur sepulang sekolah ada rapat wecafib, bahaya jika saat ini aku keluar dengan J-Girllss. Bisa di cengcengin habis habisan. Hubungan ku dengan Hansol saja belum jelas terus tiba-tiba ada lelaki kaya raya yang menjemput itu adalah bahan bully dari mereka untuk ku yang paling pas. "shutttt! Udah udah aku balik duluan ya kak Yooa, Jiho. Kak Yooa itu di parkiran kak Yong nungguin" seru ku yang berjalan mundur. Kak Yooa langsung kalang kabut mencari pujaan hati.


"Kenapa kaya orang marah gitu" tanya kak Cheol saat aku sudah sampai di hadapannya. Aku memang bukan orang yang dapat menyembunyikan ekspresi wajah ku dan ku yakini sekarang wajahku sudah membengkak merah sangking malunya diriku. "enggak, sye cuman malu aja diliatin orang-orang. Ini bisa jadi bahan bully selanjutnya buat sye." ucap ku bercanda. Kak Cheol malah ikut bercanda. "harusnya kakak nyamperin ke kelas kamu, sye. Biar makin di bully"


ORANG GILA


"Udah langsung jalan kak. Inget abis ini aku masih ada UF" seru ku. Setelah memberikan helm untuk ku dan memasang helm dirinya. Kak Cheol langsung gas jalan ke mall sesuai permintaan kak Cheol mencari hadiah untuk teman perempuannya. "Emang temen kak Cheol ini suka barang yang kaya gimana?" tanya ku saat kami sudah memasuki mall. "dia tuh suka barang barang manis gitu. Yang baunya manis, rasanya manis. Tapi selain itu juga suka hal-hal mewah. Tadinya mau kakak kasih perhiasan tapi i don't think that enough." serunya, aku bingung. Memang pemberian ulang tahun harus seberapa banyak dan hebatnya jika perhiasan saja belum cukup. "kak Cheol mau nembak cewek ya?" seru ku. Kak Cheol nya ketawa. "belum, enggak sekarang. Dia lagi ulangtahun jadi biar bisa terkenang kayanya hadiahnya juga harus spesial." jelas kak Cheol. Aku mengangguk.


"Kita ke toko perhiasan aja dulu kak. Beli perhiasan sesuai sama keinginan kakak." seru ku, kak Cheol menurut. "Bantu pilihin ya" seru kak Cheol. Di dalam toko, ku memilih perhiasan yang menurutku tidak terlalu mencolok tapi terlihat mewah. Selera orang kaya. Di ukur melalui perkiraan jari kaki Cheol saat mereka bergandengan. Hasil akhirnya perhiasan yang di beli meliputi cincin, kalung, gelang, dan anting. Seperti mahar.


"sebenarnya aku kepikiran satu benda buat temen kak Cheol. Kayanya dia bakal suka parfum sama tas baru karena katanya sosialis juga kan." saran ku, kak Cheol langsung menyetujui dan mencari cari tempat penjualan tas dan parfum. Kami mencoba berbagai macam parfum, mulai dari yang sangat kuat wanginya hingga wangi yang lembut. Akhirnya kami memutuskan membeli soft cherry fiance untuk parfumnya sedangkan urusan tas ku serahkan pada kecocokan kak Cheol terhadap temannya kak Cheol. Aku yang memilih tas dan kak Cheol berkata tidak cocok, bisa di coba, atau pas!


Akhirnya, tas dengan merek Dior yang ku ambil asal menjadi tas yang cocok dengan teman kak Cheol itu. "masih merasa kurang kak?" tanya ku, kak Cheol mengangguk namun kak Cheol meminta berkeliling terlebih dahulu. "kita keliling aja dulu, sekalian liat-liat ada yang cocok gak buat di beli. Kamu kalau mau sesuatu bilang aja. Nanti kakak beliin." serunya, aku menatap tak percaya. "ada batas pembelian gak?" tanyaku, karena tidak semua orang membiarkan ku membeli lebih dari 2 barang, katanya barang yang ku pilih selalu mahal. Selain keluarga ku, aku tidak pernah menerima tawaran seperti ini. "gak ada pilih aja yang kamu mau sepuasnya." seru kak Cheol, aku tersenyum. Percayalah aku tidak akan membeli apapun.


"Woah, KKV. Kalau kak Cheol mau ajak temen kakak ngedate paling bener cari mall yang ada KKV-nya. Bisanya cewek-cewek suka di ajak date ke KKV." seru ku, kak Cheol menyaut. "kamu juga suka?" tanyanya. Aku menggeleng. "suka, tapi gak terlalu suka belanja" jawabku. Kami terus berkeliling, belum menemukan hal lain yang bisa di beli untuk teman kak Cheol. Hingga kami berhenti karena satu toko. Tidak. hanya aku yang berhenti, kak Cheol ikut berhenti karena aku.


Lego.


Kutarik kata-kataku, aku langsung menatap kak Cheol. Berkata penuh harapan. "ayo mampir sebentar" seruku berbinar. Semua orang tahu kesukaan ku adalah lego. Ada satu kamar di rumahku yang berisi penuh koleksi barang-barang keluarga, namun ada 3 etalase kaca yang isinya hanya lego milikku. LEGO MILIKKU. Kami berkeliling, mencari barang yang ku inginkan. Aku membawa uang, tenang saja. Namun sepertinya yang ku inginkan saat ini hanya 3 kotak besar Lego yang belum pernah kulihat di tempat lain dan menarik perhatianku. "sudah?" tanya kak Cheol saat melihat ku berjalan menuju kasir, aku mengangguk "sudah". Kak Cheol yang dibelakangku mengikuti ku ke kasir. "kakak tunggu aja di luar, aku mau bayar dulu" namun wajah kak Cheol tampak tak terima. "kamu aja yang tunggu di luar, kakak yang bayar" seru kak Cheol lalu mengambil keranjangku yang berisi 3 kotak besar lego dan memberikan barang-barangnya pada ku. "Tolong pegangin ya" seru kak Cheol. Aku menganga, gila. Harganya bisa melampau 500rb dan mana pernah orang mau membelikannya padaku dengan harga segitu. Kak Cheol doang.


"kamu suka Lego banget? Kalau suka, nanti waktu ulang tahun kakak beliin" seru kak Cheol setelah membayar lego ku. "SUKA BANGET. Boleh kalau mau beliin aku lego buat ultah hehe" seru ku sedikit menggoda. Aku meminta lego ku namun di tolak "gak usah, kakak aja yang bawain" seru kak Cheol. Kak Cheol kini meminta barang-barang yang ku pegang dan gantian, aku yang menolak. "sye bawain yang ini aja, kakak kan udah bawain lego ku." ya impas sudah.


"Kamu mirip teman kakak" seru kak Cheol saat kami berjalan mengelilingi mall lagi. "siapa tuh?" tanyaku. "ada, temen sma. Tapi dia pindah entah kemana karena kuliahnya di luar kota. Dia mirip banget sama kamu, sama-sama suka Lego lagi. Kita dulunya temen ber3, kemana-mana ber3. Mirip banget kaya temen J-girls kamu itu bedanya versi laki-laki" seru kak Cheol. Ku pikir temannya perempuan ternyata bestie smanya. "gang kalian pasti terkenal banget dulu" pikirku. Tapi kak Cheol menggeleng "malah kita kebentuk karena sama-sama kesepian. Kita sama-sama punya kesibukan masing-masing tapi kita sama sekali gak punya temen deket. Tapi kita bertiga malah cocok satu sama lain dan saling menjadi teman terdekat buat masing-masing dari kita. Emang setelahnya kita jadi terkenal si orang cowok cowok ganteng di satuin siapa yang gak kelepek-kelepek." menyesal aku mendengarnya.


"makanya kadang kakak ngerasa cocok sama kamu, mungkin karena kamu fleksibel juga. atau kita yang mirip. Kalau kamu mau tau, kamu itu termasuk tipe kakak tau." seru kak Cheol. "hah? Tipe kakak emang kaya gimana?" tanyaku. "yang suka princess treatment" Jawab kak Cheol, aku mengangguk. "iya si, aku suka banget kalau jadi princess gitu. Berasa dihormati." seruku yang sebenarnya gak ngerti maksudnya kak Cheol itu apa. Dengernya pun kak Cheol tersenyum. "loh berarti kak Cheol suka aku dong?" aku malah menyadari hal lain. Kak Cheol yang tadinya tersenyum tiba-tiba melotot. "bukan gitu, tipe doang. Kamu tuh gambaran tipe kakak" serunya. "tetep aja gak boleh gitu kak, pedo" seruku mengejek. "kita bahkan cuman beda 3 tahun sye" seru kak Cheol agak frustrasi, aku tertawa puas.


"ayo pulang. Udah agak lewat dari jam 3 nih, takut woozi marah marah nanti." serunya kemudian, aku mengangguk. Tiba-tiba jadi malas untuk UF. "eh mau beli makan dulu? Buat di bawa ke Universe factory." tanya kak Cheol, aku langsung menganguk. Suka suka kak Cheol si sebenarnya. "bebas kak." seruku. "mau apa?" tanyanya. Tetiba aku langsung ngidam sesuatu. "Hamburger!" seruku. Kak Cheol tersenyum lagi. "iya itu buat kamu, buat anak UF apa?" tanyanya. Aku langsung memikirkan makanan yang bisa dimakan ramean. "pizza" seruku. Kak Cheol pun mengangguk. "junkfood banget ya" serunya menyindir. Aku nyengir kuda.


Kami keluar mall dengan aku membawa hadiah ulang tahun untuk teman kak Cheol (kita menambahkan gaun cantik seperti princess karena membicarakan princess tadi) sedangkan kak Cheol membawakan 3 kotak besar lego ku, Pizza 2 kotak, dan Burger serta cola. "kak Cheol jadi mirip abang Wonwoo yang bunda suruh bawa barang-barang punya ku." seruku. Kak Cheol tersenyum. "Iya, kakak juga ngerasa lagi jalan-jalan sama adek sendiri." seru kak Cheol, ah iya. Kak Cheol anak bungsu. "kapan-kapan jalan-jalan lagi yuk, kakak traktir." ajak kak Cheol. "asal jemputnya gak mengundang perhatian, terus temen ceweknya udah jadi pacar. Biar bisa deket juga sama pacar kakak sendiri." seru ku bercanda. "yang kedua kayanya agak sulit" seru kak Cheol, ikut terkekeh bersamaku.


I am someone with two name. Living two different lives. Which life do I love? As the two in me are one. My heart is one. I will be one for you.


Report Page