Karina.

Karina.

Sayyié.

Jam dinding menunjukkan pukul setengah 5 pagi, alarm pun sudah mulai berdering. gadis belia yang masih asyik tertidur di atas ranjang belum beranjak dari lelapnya.


"Kaaariin, bangun kaaak" Ucap seseorang dari kejauhan.


hening, Karin tak bergeming mendengar ada yang memanggilnya.


"karin, mau sholat subuh bareng ngga? nanti ditinggali nangis." ujar Rina, mama Karin yang berjalan masuk ke kamar Karin.


"eeuughh, jam berapa sekarang?" Karin yang akhirnya terbangun mengusap matanya, berusaha mengembalikan sadar.


"jam setengah lima, udah waktunya sholat. habis itu kemarin kan bilangnya mau belajar? ini mama bangunin."


Karin segera menuruni ranjang, "yaa ma aku wudhu dulu."


Sejujurnya, Karin masih mengantuk dan ingin melanjutkan tidur. semalam ia mengerjakan tugas dari sekolahnya, meskipun kemarin adalah hari libur tapi tak menutup kemungkinan bahwa gurunya memberikan tugas. walaupun pada akhirnya Karin kerjakan juga, ia harus mengeluh dulu.


Karin mengambil air wudhu di kamar mandi, dan segera menggunakan mukena, menyusul keluarganya yang sudah menunggu sedari tadi untuk sholat berjamaah.


Setelah ia selesai sholat subuh bersama, biasanya Karin akan tidur di pangkuan mamanya, bercerita tentang apa yang ia alami pada hari sebelumnya.


"mah, tau ga sih? karin masih harus kerjain tugas, padahal harusnya libur, kesel deh. pengennya kan hari libur tuh dipakai buat nyantai, eh malah dikasih tugas banyak, gurunya ga pengertian banget, keseeeeeel."


karin tak henti-henti mengomel perkara tugasnya, dipenuhi dengan rasa kesal yang menimbulkan amarah. ia berencana untuk izin tidak sekolah karena kecapekan mengerjakan tugas semalaman hingga pagi, tapi pada akhirnya karin mengurungkan niatnya untuk tidak sekolah.


Ia tahu bahwa pandemi membawa Dampak besar bagi dirinya, selain nilainya yang menurun, dan ia yang menjadi takut untuk berkomunikasi dengan orang lain dikarenakan lama tak berjumpa orang banyak. Karin pun mengerti bagaimana keadaan teman-temannya yang bercerita bahwa belajar secara daring membuat mereka merasa tidak bersemangat.


kalau yang Karin baca dari internet, banyak siswa yang tak sanggup dengan adanya pembelajaran jarak jauh. berbagai alasan dapat ditemui, seperti tidak memiliki gawai, kesulitan memahami materi yang disampaikan oleh guru, atau sinyal.

Mau tak mau Karin pun harus mau beradaptasi dengan apa yang sedang terjadi.


sebelumnya, ketika awal-awal pembelajaran jarak jauh belum menjadi rutinitas, Karin sempat ingin sekolah tatap muka meski hanya sendirian. egois memang, tapi itu kenyataannya. namun, makin kesini Karin mulai mengerti mengapa sekolah dipindah menjadi daring. yang awalnya Karin mogok untuk sekolah, sekarang ia menjadi lebih rajin.


Menurut Karin pribadi, kalau ia awalnya tidak ada kemauan untuk belajar lebih giat, Karin tau akan seperti apa kedepannya. ia akan bermalas-malasan, tak mau mengerjakan tugas, lebih mengedepankan main game, dan yang utama adalah ia akan kesulitan sendiri karena kewalahan dengan tugasnya yang menumpuk.


sehingga Karin menjadikan itu motivasi untuk lebih gigih belajarnya, dengan cara melawan rasa malas. karena musuh terbesar kita adalah rasa malas, bukan?


Karin yang pada awalnya mendapati nilai yang menurutnya kurang memuaskan, sekarang sudah puas dengan hasilnya. ia ingin mamanya bangga dengan cara apapun, nah bagi Karin, dengan dapat nilai bagus akan membuat mamanya senang.


Karin mencoba untuk memanfaatkan apa yang dirinya kuasai, dan meningkatkan kelebihannya agar berguna bagi dirinya atau mungkin bagi orang-orang disekitarna. dengan menekuni hobi dengan serius pun sudah masuk ke jenis produktif versi diri Karin. contoh, Karin suka membaca buku dan menari. maka ia akan belajar menulis dan belajar menari agar bisa seperti yang ia baca dan lihat, tak hanya sekedar hobi.

kembali lagi, Karin mencoba mencari sisi positif dari belajar jarak jauh. ia dapat memanfaatkan waktu yang tidak terpakai untuk mengikuti perlombaan online, webinar-webinar yang dapat memberikannya ilmu tambahan, dan aktivitas-aktivitas yang dapat membangun rasa kepercayaan dirinya lagi untuk berkomunikasi dengan orang-orang.


demikian daripada itu, karin ingin semua teman-temannya mengambil sisi positif dari apa yang ia kerjakan dan melakukan hal yang sama, yaitu ; produktivitas dan semangat belajar meski dalam jarak jauh.

Report Page