Incest

Incest

Alisha A.

Setelah nyadarin kegoblokannya, Yogas segera bergegas untuk mencari Adiknya. Dia mengambil jaketnya yang berada di belakang pintu, dan menuruni anak tangga untuk sampai ke depan rumah.


Malam ini hujan. Deras. Dan Adiknya itu malah membuat ulah.Yogas tuh capek. Capek kalo harus begini terus disaat Adik dan Papanya berantem. Dia itu, selalu jadi penengah di keluarganya.


Setelah mengetahui keberadaan Angkasa, Yogas langsung menyalakan motornya dan mengendarainya dengan cepat.


Sampai dirinya berhenti sesuai petunjuk yang ditampilkan di handphone-nya, di sebuah gang sempit. Dilihatnya, ada seorang anak yang sedang terduduk di samping tempat sampah, sambil menelungkupkan wajahnya di antara lipatan tangan.


"Asa...?"


Kepala anak itu terangkat. Menampilkan sebuah senyuman yang terbentuk dari bibirnya. Dengan beberapa luka di sekujur wajah dan tubuhnya.


Yogas berjongkok di hadapan sang Adik. Dia melepas jaket yang tadi di kenakannya, dan memasangkannya di tubuh bagian depan Adiknya.


"Lo basah."


"Emang."


"Lo gak papa?"


"Menurut lo?"


Yogas ngehela nafasnya.


"Kenapa duduk di samping tempat sampah? Kan kotor."


Angkasa malah ngusap-ngusap tempat sampah yang berada tepat di sampingnya. "Cuman tempat sampah yang bisa ngertiin gua."


Stress ni bocah.


"Gak mau pulang?"


"Gak. Nanti di gebukin Papa lagi."


"Tapi lo gak bisa di sini terus."


"Lo pulang aja. Gua mau ngegembel di sini."


Mendengar itu, Yogas langsung menjitak kepala Angkasa sampai anak itu meringis kesakitan.


Akhirnya, Yogas mutusin buat duduk di samping sang Adik. Menyenderkan tubuhnya pada tembok itu.


Sekarang, keheningan adalah sebuah kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan suasana saat ini. Tidak ada yang bersuara selain bunyi rintikan air hujan.


Sampai salah satunya membuka percakapan. "Sa, kalo gua bilang gua suka sama lo, lo jawab apa?"


"Gak jawab apa-apa."


"Gua suka lo!"


"Sama."


"Sebagai?"


"Adik ke Kakak."


Yogas rasanya ingin menghilang aja. Dia itu... suka sama Angkasa. Lebih dari perasaan seorang saudara.


"Gua beneran suka lo. Gua cinta lo. Bukan sebagai Adik dan Kakak, tapi lebih dari itu," ucapnya.


Angkasa gak menanggapi ucapan sang Kakak. Dan lebih memilih diam.


"Gua beneran bisa cium lo sekarang juga."


Ucapan Yogas itu membuat Angkasa tersentak. Tapi, dia langsung netralin ekspresi wajahnya. Walaupun jantungnya lagi dag dig dug ser.


"Cium aja."


Jawaban dari Angkasa itu membuat Yogas merasa tertantang. Dia langsung bangun dari duduknya, dan mencengkram lengan Adiknya agar ikut berdiri.


Sekarang, posisi mereka itu... Yogas kabedon Angkasa. Kabedonnya pake sikut, sehingga jarak antara wajah mereka makin dekat.


Yang lebih tua itu semakin menghapus jarak diantara mereka. Mengusap ujung bibir Adiknya. Sedangkan Angkasa, dia ngerasain kalo sekarang tangannya udah gemetar.


"Gua bisa cium lo sekarang juga."


Yogas langsung menabrakkan bibir mereka. Lumatan kecil yang ia berikan, lama-kelamaan semakin ganas.


Angkasa kaget. Matanya membulat sempurna. Detak jantungnya juga semakin cepat. Membuat pikirannya kacau.


Selama beberapa detik ciuman itu berlangsung. Akhirnya, Yogas menjauhi bibirnya dari Angkasa. Membiarkan sang Adik menghirup oksigen.


Angkasa nutup mulutnya pake telapak tangan. Gak percaya dengan apa yang terjadi barusan.


"Lo gila!"


"Gua gak gila."


"Lo cium gua!"


"Lo yang bilang 'cium aja."


"Gua bilang begitu karna gua kira lo bercanda. Haaah... gua harus ngapain?"


Yogas kini memeluk Angkasa yang kelihatan kebingungan. Mengusap punggung sempit tersebut.


"Lo gak harus ngapa-ngapain. Kita pulang sekarang ya? Kalo lo gak mau, gua bakal kasih yang lebih dari tadi."

Report Page