Friend

Friend

Jayden Al Zidney
Are we just friend?


"Kalian pacaran? "

"Hah? Wkwkw pacaran apaan? Temen biasa kali."

"Engga kok, temenan aja kita hehe."


────────────────


"Lo kenapa si anjir mau aja di anggep temen doang sama si Sadeva? " Narendra berdecak sebal, temannya yang cerdas di akademik ini ternyata sangat bodoh dalam hal percintaan.

"Ya kan kita emang cuma temenan doang Nana, masa aku mau anggep dia pacar, kan aneh." Jayden menyeruput mie ayam favoritnya dengan khusyuk, menanggapi sahabat bawelnya dengan santai. Decakan kesal lagi-lagi terdengar dari bibir sang sahabat, muak dengan sifat Jayden yang menurutnya aneh.

"Temen mana yang selalu marah-marah liat lu jalan sama cowo lain? Temen mana yang umbar kemesraan depan publik? Yang sering ciuman gatau tempat. Temen mana gua tanya?" Narendra menatap Jayden serius, sedang yang ditanya hanya diam membisu, terlalu enggan menjawab pertanyaan yang sekarang sedang di proses oleh otaknya. Temen macam mana yang begitu ya?

"Gue bawel gini karena gamau lu galau terus ya anjing. Lu lupa kali ya kita mutualan akun rant? Tiap malem dahh ni anjing satu galauin cowo brengsek yang treat him like a prince, buset kata gua mah. Udah tau Sadeva brengsek, lu masih aja mau di perlakuin begitu anjing, tinggalin bego Sadeva cuma main-main, banyak yang mau pacaran sama lu Jay." 

Jayden meringis pelan mendengar runtutan caci maki sahabatnya itu, ia mengusap tengkuknya pelan, merasa malu tertangkap basah sering merisaukan Sadeva di akun twitter privatnya. Hampir setiap malam, selesai mengerjakan tugas atau hanya sekedar mengulang materi, Jayden selalu membuat cuitan mengenai perasaannya terhadap Sadeva, lelaki yang sangat dekat dengannya dalam kurun waktu tiga bulan ini.

Sadeva baik, sangat baik. Jayden selalu merasa aman dan nyaman bila bersama Sadeva. Jayden merasa lelaki dari Fakultas Teknik itu memperlakukannya dengan sangat istimewa. Sebagai seseorang yang sering kecewa dan tidak puas dengan diri sendiri, Jayden beruntung dapat mengenal Sadeva. Karena, sungguh Jayden merasa sangat di cintai dan selalu mendapat apresiasi juga pujian dari lelaki kelahiran bulan April itu. Sadeva selalu menunjukkan rasa sayangnya kepada Jayden, bahkan di hadapan publik pun ia tak lagi ragu. Jayden yakin Sadeva sangat menyayanginya, iya kan?

"Ya terus aku harus apa Nana? Ngemis-ngemis status sama dia? Gila kali aku." Jayden bertopang dagu, menatap lurus kedepan. 

"Move on bodoh! Ga usah ngemis status sama orang, najis!" Narendra bersungut-sungut menatap sahabatnya itu. Jayden menghela napas berat, meneguk es jeruknya hingga tandas lalu berdiri, menarik pelan tangan Narendra.

"Udah ah ayo, ngapain si jadi ngomongin Sadeva, malesin."


──────────────────────


"Kamu tadi kuliahnya gimana? Ada tugas ga?" Sadeva mengusap pelan rambut halus Jayden, matanya menatap lurus layar LED yang sekarang tengah memutar salah satu film Disney.

"Uhm... baik, maksudnya lancar kok. Tugas? hmm kayaknya ga ada deh." Jayden menjawab sekenanya, tangannya mengeratkan pelukannya di perut Sadeva. Otaknya sedang bekerja keras memikirkan perkataan-perkataan Narendra tentang Sadeva tadi siang. Inginnya ia menanyakan perihal status mereka, namun hatinya selalu menentang. Pikirannya runyam.

"Kamu kenapa diem aja daritadi? Lagi mikirin sesuatu?" Sadeva akhirnya menyadari keterdiaman Jayden, tidak biasanya Jayden diam seperti ini. Jayden adalah orang yang sangat ceria, biasanya hal apapun akan ia ceritakan pada Sadeva, hingga hal seremeh bertemu anak kucing di jalanan pun tak luput Jayden ceritakan.

Sadeva menangkup kedua pipi Jayden, menatapnya lembut lalu ia bubuhkan kecup sekilas di bibir yang menjadi candunya akhir-akhir ini. Jayden mengerjapkan matanya lucu yang mengundang kekehan gemas Sadeva.

"Bilang sama aku, apa yang ganggu pikiran kamu sampe kamu diem aja daritadi." Lagi, Sadeva kecup bibir lembut di hadapannya itu, lantas tangannya mengusap rambut yang lebih tua dengan telaten. Jayden kembali memeluk erat perut temannya itu, kepalanya ia sandarkan di perut Sadeva, sedang tangannya asik membuat guratan-guratan abstrak di lengan yang tengah mengusap rambutnya sedari tadi. Ia menggigit bibir, jantungnya berpacu, tanya sekarang atau engga sama sekali, batinnya.


"Sadeva...humm jadi kita ini, cuma teman ya?" Jayden bertanya tanpa menatap mata Sadeva, ia gigit bibirnya kuat saat merasa usapan Sadeva di kepalanya berhenti. Hela napas ia dengar kemudian.

"Jayden, i have told you before, saya ga suka bicarain hal ini."

Hening setelahnya, dan Jayden merutuki dirinya yang dengan lancang menanyakan hal sensitif seperti itu.






Report Page