Confess

Confess


Hari menjelang sore Yifa masih setia memandang hamparan langit luas didepannya yang mulai menunjukkan semburat orange. Kini ia sedang duduk dihamparan, menunggu matahari terbenam. Setelah menghabiskan waktu hampir seharian bersama dengan Juna di Mall, ia pikir Juna akan mengantarnya pulang kerumah tetapi ternyata lelaki tersebut malah membawanya ke sebuah pantai yang berada didaerah Pantai Indah Kapuk. Sebuah pantai yang memang sedang happening beberapa bulan ini.

Yifa masih memandang langit dengan saksama, mencoba merileksan dirinya dengan pantulan Jingga diatas sana. Setelah proker Garuda selesai ia memang langsung disibukkan oleh tugas perkuliahan sehingga rencana jalan dengan Juna yang seharusnya sudah terlaksana minggu lalu kini baru sempat ia wujudkan.

"Nih, coca-cola." Juna baru kembali dari membeli minum memberikan botol kaleng kepada Yifa dan kemudian ia ikut duduk disamping Yifa.

"Gue kira tadi mau langsung pulang, eh malah kesini. Kenapa deh kok tiba-tiba pantai?" Tanya Yifa sambil menengak coca-colanya

"Kan waktu itu lo bilang kalo lo gak sempet ngabisin waktu dilombok, gak sempet main ke pantai juga. Jadi ya, welcome to the beach. Ya walaupun ini bukan dilombok dan gak seindah dilombok, tapi seengaknya lo bisa puas nikmatin sunset." Yifa menatap Juna, lengkungan dibibirnya tak bisa ia tahan. Jujur hatinya menghangat mendengar perkataan Juna. Ia tak menyangka bahwa Juna begitu perhatian dengannya.

"Makasih ya, Jun."

"Sama-sama."

"Fa?" Panggil Juna, tatapannya masih fokus pada matahari yang akan tenggelam didepannya.

"Ya?"

"Gapapa hehe."

"Apa sih lo," Yifa menatap Juna sekilas yang sedang tersenyum disampingnya, masih setia memandang langit.

"Jun?"

"Yap?"

"Langitnya cantik banget gak sih?"

"Banget. Tapi ada yang lebih cantik dari langit."

"Apa?" Juna kemudian beralih menatapnya

"Lo." Yifa ikut memutar kepalanya kesamping dan membuatnya kini bertatapan langsung dengan manik hitam Juna. Ia merasa gugup sekaligus salah tingkah. Tak pernah ia bertatapan dengan Juna sedekat dan seintens ini sampai ia dapat melihat pantulan dirinya dimanik hitam itu.

"Fa..."

"Hmmm?"

"Gue suka sama lo." Yifa terbelalak, matapanya membulat dengan sempurna sementara lelaki didepannya malah tersenyum.

"Gue tau lo pas gue temenan Saka. Awalnya gue cuma liat lo dari postingan Saka, foto lo waktu sama dia. Terus kadang Saka juga beberapa kali ngomongin temen-temennya ke gue, termasuk lo. Gue belum sadar apapun sampe akhirnya gue ngestalk lo dan ternyata lo ngefollow gue. Tiba-tiba gue inget kalo waktu SMA lo pernah ngefollow gue dan ternyata kita juga satu sekolah. Gue ngerasa goblok banget karna gue gak sadar itu. Ya, jujur waktu SMA pun gue gak kenal Saka. Like, gue nih mungkin emang definisi anak bandel yang kalo nongkrong selalu ditaman belakang terus juga gak pernah main disekolah jadinya gue gak tau semua anak-anak disekolah. Gue bahkan kaget waktu pertama kali kuliah, ketemu Saka, dia duluan yang negor gue dan bilang kalo kita satu SMA.

"Lo boleh bilang gue kepedean, tapi alasan kenapa gue berani ngechat lo waktu itu adalah karna gue ngerasa lo ngasih gue lampu hijau. Ya walaupun itu pas SMA sih, tapi gue gak mau mikirin kemungkinan terburuknya. Setelah gue tanya Saka kalo lo gak punya pacar, gue langsung mutusin untuk coba deketin lo. Gue udah kehilangan kesempatan waktu SMA untuk kenal lo, dan sekarang... gue gak mau kehilangan kesempatan itu lagi. I want to be close with you."

Yifa masih setia mendengar penjelasan Juna, hatinya masih sedikit banyak diselimuti rasa tidak nyaman tetapi ia menghargai, menghargai apa yang sedang disampaikan lelaki didepannya.

"Mungkin buat lo ini kecepetan, terus aneh juga. Tapi gue udah pikirin ini beberapa kali dan buat gue ini waktu yang pas. Gue mau lo tau kalo semua hal yang gue coba perjuangin buat lo, itu emang ikhlas gue lakuin. Tapi ada satu alasan lagi yang bikin gue memperjuangkan semua itu... karna gue suka sama lo."

"Gue gak akan maksa dan nuntut apapun dari lo, gue cuma mau confess, gue cuma mau lo tau perasaan gue. I think just it. Gue gak mau memaksakan perasaan lo juga sama gue. Untuk sekarang mungkin lo emang selalu nerima semua perlakuan gue, tapi Fa... gue ngerti kalo lo mungkin gak ngerasain hal yang sama kaya apa yang gue rasain. Maka dari itu, gue gak mau memaksakan perasaan lo, gue gak minta lo ngebales perasaan gue saat ini juga, gue gak akan seegois itu. Gue cuma mau lo tau, kalo gue, Arjuna. Suka sama lo. Dan kalo lo belum suka sama gue sekarang, ya semoga lo bisa suka nanti. Karna gue bakal tetep berjuang Fa, boleh ya kalo gue perjuangin perasaan gue buat lo?"

Diposisi yang masih bertatapan ini Yifa bisa melihat ketulusan dari pancaran mata Juna. Mungkin ia memang merasa tidak nyaman pada untaian kalimat pertama, tetapi entah mengapa kini hatinya merasa nyaman. Kupu-kupu diperutnya ikut berhaburan saat Juna meminta izin untuk memperjuangkan perasaan atas dirinya. Ia tak bisa mengelak bahwa setelah semua yang Juna lakukan beberapa bulan ini, dengan banyak waktu yang telah mereka habiskan, ia tak bisa mengelak bahwa ia juga sedikit merasakan gejolak perasaan untuk Juna.

Mungkin ia pernah sangat menyukai Juna saat SMA dan kemudian rasa suka itu kandas sendirinya. Perasaan yang ia pikir sudah sepenuhnya hilang itu kini justru semakin menyeruak kala Juna benar-benar datang dan memberikan afeksi dihidupnya. Yifa tak bisa meragukan ketulusan Juna saat ini, karna lelaki didepannya ini sejak tadi pagi tak pernah mengubah sorot mata teduhnya saat menatapnya. Dan saat ini pun, sorot itu tetap ada. Menatapnya dengan teduh dan penuh ketulusan. Apa? Apa lagi yang akan ia ragukan?

Sejenak Yifa memang memikirkan perasaannya kepada Joel. Tapi apa Joel juga memiliki perasaan yang sama kepadanya? Sepertinya tidak. Jadi apa ada alasan untuk tidak membalas perasaan Juna yang memang tulus untuknya?

Setelah bekecamuk dengan pikirannya sendiri, ia kembali tersadar bahwa laki-laki didepannya masih menunggu jawabannya dengan sabar. Masih menunggu apakah ia akan diizinkan untuk terus berjuang.

"Gue mau Jun jadi pacar lo." Kini gantian, Juna yang membelalalakan matanya.

"Ma-maksud lo, Fa?!"

"Lo minta izin ke gue untuk memperjuangkan perasaan lo buat gue. Tapi gak perlu, Jun. Lo gak perlu perjuangin apa-apa lagi. I feel the same. Gue ngerasain apa yang lo rasain, you're not alone."

"Fa..."

"Ya?"

"I love you." Ada jeda yang lumayan lama dsri Yifa untuk membalas perkataan Juna. Mungkin ia sudah meyakinkan diri untuk menerima Juna, namun tak bisa ia pungkiri bahwa ada sedikit rasa mengganjal dihatinya.

"I love you too, Jun." Setelah jeda panjang itu akhirnya ia membalas ucapan Juna. Semoga setelah ini ia benar-benar akan melupakan Joel. Juna. Saat ini Juna yang harus mengisi seluruh hatinya.

"Jadi... kita pacaran?" Tanya Juna dan mendapat anggukan dari Yifa.

Pandangan mereka semakin intens dan Juna semakin memajukan wajahnya menipiskan jarak antara mereka. Saat tinggal sejengkal lagi hidung mereka menempel, Yifa dengan gerakan cepat langsung memeluk tubuh Juna. Ia tau Juna akan melakukan apa dan ia tak siap untuk hal itu, jadi kini ia beralih memeluk Juna.

"Makasih ya, Jun. Makasih udah dateng buat gue."

"Sama-sama, Fa. Gue juga makasih karna lo mau nerima gue." Juna pun membalas pelukan Yifa sama eratnya.

Pelukan itu berlangsung cukup lama dan disaksikan oleh matahari yang terbenam.

Report Page