ENIGMA

ENIGMA

sakaska adipra

satu minggu telah berlalu, usai perbincangan singkatku dengan kak jodawn, aku sama sekali tak mengindahkan apapun untuk menyerap semua perkataannya. karena, kak jodawn pun terisak dalam tundukkannya.

itu semata karena ia terlibat dengan kencan buta. agensi yang mempermainkannya. bukan masalah besar.

hari ini, hari libur. pagi yang cukup tenang untuk seukuran hujan salju yang mencekam. aku tengah berkutat didapur—membuat coklat panas. sampai ketika aku muak dengan heningnya ruangan.

“kak jodawn?” kak jodawn menoleh mendengar panggilanku. kemudian ia menghampiriku ke dapur.

“kenapa, sayang? uh. bikin apa?”

“coklat panas. kakak mau?” kak jodawn meraih tubuhku dari belakang, menghirup ceruk leherku sembari menggerakkan kepalanya ke atas dan kebawah. pertanda jika ia mau.

lantas, segera kubuatkan coklat panas yang baru untuknya. dentingan sendok yang memutar didalam gelas terasa kurang menghiasi ruang. “aku bingung, kak.”

seusai coklat panas selesai dibuat, aku berbalik menghadap kak jodawn. hingga mata kami, saling memandang kembali, untuk yang kesekian kali.

“kenapa bingung?” aku mengerjap beberapa kali.

“aku bingung. kenapa bisa sama kamu, terus, kenapa bisa jatuh sedalam ini.” kak jodawn meninggikan sebelah alisnya, turut bingung.

“hanya jatuh? tidak lebih dari itu? jatuh itu sakit, kamu sakit kenal aku?”

kak jodawn menatapku lekat, sorotnya tajam, lebih mencekam daripada hujan salju yang sedaritadi turun berkepanjangan. “bukan begitu kontruksinya, kak”

“kontruksi? memangnya aku ini proyek?” aku terkekeh. aku cukup heran, kenapa orang bersumbu pendek dihadapanku ini terkadang-kadang bisa sangat begitu sabar dan pemarah di waktu yang bersamaan.

aku mengambil gelas berisikan coklat panasku, dan menyesapnya pelan. “aku juga bingung. kenapa tuhan memberikan, yahh, bisa dikatakan tugas ini untukku. tugas untuk memecahkan segala teka teki untuk menemukan jawaban, yang jawaban itu pun belum menjadi jawaban yang pasti untuk hidupku” seperti dugaanku, kak jodawn mengeryitkan dahinya terhadap pernyataanku.

“jawaban apa yang ingin kamu temukan diantara ketidakpastian itu?” aku tersenyum.

“kamu.”

Report Page