Dandelion.

Dandelion.

Jibran Sagara.
U and I.

"berhenti mengejekku, atau aku akan kabur" protesku malas, sedari tadi nares sibuk mengejek-ejek diriku hanya karena aku tidak tahan dengan udara malam yang dingin dan terus berhembus tak berhenti. dia mengejek dengan berbagai macam jenis, mulai dari "karena, kau itu bayi" sampai "dasar bocah ingusan, pergilah pulang dan pakai piyama boneka."

"kau kabur seperti kucing, itu mudah. aku akan tetap menangkap dirimu" jawabnya enteng sambil mengecup tanganku yang mengalung di lehernya. betapa kesalnya diriku, nares bahkan tidak mau menurunkan aku dari gendongannya. berapakali dia berpikir bahwa aku ini masih seperti bayi? mungkin nares tidak masalah dengan itu, seperti sudah berpengalaman mengurus bayi.

"kau ini calon babysitter? kau keren dalam mengurus bocah." tanyaku

"kau ini mengaku sebagai bocah apa bagaimana?"

"berhenti mengejek-ejek diriku, atau aku akan benar-benar kabur."

nares terkekeh melihat wajah ku yang cemberut karena dia tidak memberikan jawaban yang pasti. sejenak dia berhenti, lalu menurunkan diriku dari gendongannya. kesempatan yang bagus, peluang untuk kabur jika nares tiba-tiba menyebalkan semakin besar, namun resikonya tak kalah besar.

"I'm preparing."

aku terheran, apa yang disiapkan? persiapan mengurus bayi? setahu ku itu bukanlah basic life skill, karena tidak semua orang memiliki keturunan.

"apanya?"

"when we have a baby, dear."

sialan, wajahku merona secara tiba-tiba. nares bodoh, berani sekali membuat diriku pusing hanya dengan satu kalimat. rembulan, tolong redupkan cahaya mu sebentar saja, aku tidak ingin wajahku yang merona merah dilihat oleh nares yang sedang tersenyum seperti tidak memiliki setitik dosa. sepertinya rembulan tidak ingin berkerja sama, nares malah menggenggam tanganku dengan erat tanpa mempedulikan apakah aku sedang pusing atau tidak.

"ayo pulang, sudah malam. kau harus beristirahat"


ini yang ku rindukan, hanya suasananya yang hangat dan nares. diiringi kesunyian malam didalam kamar mereka berdua. aku masih belum tidur dengan pikiran yang merambat entah kemana, sedangkan orang disampingku itu malah sibuk dengan handphone miliknya. hey, kenapa kau tidak sadar dengan situasi kekasih mu itu sedang mood swing? hanya karena gombalan itu seharusnya aku tidak merasa seperti ini, namun aku hanya bisa protes kepada diri sendiri yang sangat suka memikirkan sesuatu hingga ke akar dan tanahnya.

"kau kenapa? wajahmu merah seperti orang linglung." tanya nares sambil melirik kearah ku. oh sialan, apa yang harus aku keluarkan? lidahku kelu dan tiba-tiba tidak bisa berfungsi.

"lidahku kelu, aku akan memikirkan jawabannya nanti sayang."

"itu mungkin karena kita sudah lama tidak merasakan satu sama lain"

"apa yang ingin kau rasakan?"

beku. kali ini aku benar-benar tidak bisa berbicara, ada yang menahannya. itu adalah bibir kekasihnya yang menahan dirinya agar tidak bisa berbicara. aku terdiam dengan bibirku yang masih tertutup rapat, namun nares mengigit bibir bawahku dan membuatku membuka bibirku yang sedari tadi seperti terkunci. lidahnya bermain-main didalam goa hangat ini. gila, ini gila. aku bahkan tidak bisa berpikir apapun, panas, merinding, menikmati tercampur tak merata.

"this" ujar nares tersenyum manis, mengusap bibirku yang baru saja dia jadikan kelinci permainan baru. setelah sekian lama mereka sibuk dan tidak punya waktu untuk berdua. entah kenapa aku benar-benar tidak bisa berbicara, hanya pasrah dengan nares yang memang suka tiba-tiba melakukan hal tidak terduga.

"jangan tegang begitu, kemarilah" ujarnya menepuk-nepuk tempat disebelahnya, aku langsung bergerak cepat untuk duduk disebelah nares.

tanpa disadari, aku reflek menyembunyikan wajah dilehernya, memalukan. seharusnya aku tidak terlalu kaku dalam hal seperti ini, biasanya juga tidak kaku. ah pikiranku melayang, tolonglah.

"hey mommy, are you okey? aku tidak akan melakukannya-"

"lakukanlah, aku tidak melarang"

"good, this my girl."

Report Page