Beautiful

Beautiful

Yroqèin Rōqcqa

Aroma secangkir kopi mengepul dibiarkan terbuka, sesekali dihirup oleh sang tokoh utama. Sebuah novel tebal dibiarkan terbuka diatas meja samping jendela terhalang tirai berwarna tosca. Deburan ombak memanjakan telinga ditambah kicauan burung bagai candu menghambur dalam irama melodi pengantar sejuk pagi. Cahaya sang baskara malu-malu mengintip lewat sela-sela plafon villa sederhana di pinggir pantai berpasir putih.


Wajah kuyu khas baru bangun tidur tidak melunturkan kecantikan seorang Hwang Hyunjin. Meski ia terlihat tinggi dan maskulin, nyatanya ia lebih suka bermanja ketimbang memanjakan. Langkahnya gontai mendatangi Yang Jeongin si pemuda alias dominannya yang tengah berkutat dengan sebuah novel tebal dalam genggaman.


"Sayang, kok ga bangunin aku? 'Kan aku udah bilang kemarin kalau mau lihat sunrise bareng," rengeknya dengan rona kemerahan menghiasi pipi kecil tirus itu.


Jeongin menutup buku novelnya, mengalihkan atensi pada si cantik kepunyaannya. "Aku ga tega mau bangunin kamu, sayang, kamu tidurnya pulas banget. Lagian aku ga kemana-mana kok daritadi, nungguin kamu disini."


Mengerucutkan bibirnya, Hyunjin menghentak kaki sebal. "Tapi tetap aja, aku bangun kamu udah gaada disebelahku."


"Jadi kamu ngambek karena gabisa lihat sunrise atau karena gaada aku disamping kamu pas bangun tidur?" Jeongin tarik pinggang ramping si pemuda, mendudukkannya pada pangkuan. Terkekeh jahil kala melihat wajah cantik itu terus-terusan cemberut.


"Dua-duanya!" Mutlak Hyunjin memeluk erat leher kekasih kecilnya.


"Yaudah, sebagai gantinya gimana kalo kita berenang sekarang? Masih jam delapan pagi, mumpung belum panas," tawar Jeongin mencubit hidung bangir pemuda dalam pangkuan.


Hyunjin nyaris mengangguk antusias, sebelum menyadari sesuatu. "Ngomong-ngomong kok kamu ga manggil aku kakak sih? Gimana pun aku masih lebih tua dari kamu, Jeong!"


"Iyadeh si paling tua," ujar Jeongin mengecup bibir Hyunjin.


"Ihh Jeongiiiinn, kamu itu tetap harus sopan sama aku!"


"Iya kakak cantik iyaa."





——————————





Jeongin's pov



Tadi malam aku bermimpi, pertemuanku denganmu saat pertama kali. Wajah ayumu senantiasa meluruhkan jiwa lapang ini. Sinarnya masih sama sampai sekarang, kamu tetaplah yang paling aku puja, kak Hyunjin. Kala itu, dengan hati berdebar, tanpa sadar aku menghampirimu yang tengah tersenyum riang bersama teman-teman sepantaran. Wangimu menyeruak menghantarkan pada euphoria mencandu, ingin memelukmu, tapi aku siapa?


Dengan terbata aku hanya berani berucap, "halo." Sungguh pengecut diri ini, namun tubuhku rasanya mati kaku ketika kamu membalas sapaanku dengan senyuman serupa madu. Membuatku terbayang sepanjang malam hingga tak kunjung tertidur jua. Mataku sampai menghitam bagaikan panda kebun binatang. Tapi aku tidak menyesal kala lusa hari memberanikan diri mengenalmu lebih dekat.


Ingat sekali saat dimana aku kebelet menuju toilet kampus dan menitipkan sejumlah buku pelajaran padamu yang kebetulan lewat dihadapanku.


"Kak, tolong titip buku-buku ini dulu, ya! Aku mau ke toilet sebentar," ucapku, lantas lari tunggang langgang membuka pintu toilet dengan tidak sabaran.


Begitu keluar setelah selesai menuntaskan hajat, aku merona malu melihatmu tersenyum sambil menyerahkan setumpuk buku yang aku titipkan. Sampai ketika kamu berlalu setelah mengikat rambut gondrongmu dihadapanku, saat itulah aku berusaha menaikkan rasa percaya diri.


"K— kak Hyunjin, boleh minta nomor hp-nya?" Tanganku setengah gemetar menarik ujung almamater, meminta atensi terhadapmu.


"Boleh kok." Suara merdumu mendayu-dayu dalam pendengaran, menghantarkan gejolak yang kian terasa candu. Tak hanya wajahmu yang ayu, namun suaramu pun terdengar anindya, cantik.


Tidak pernah selama 21 tahun hidup aku bertemu seseorang anindita seperti dirimu. Sangat sempurna meski harummu saja yang tercium.


Pikiranku buyar, kembali pada masa kini kala kamu menubrukku dengan pelukan, tawamu bagaikan suara indah dari nirwana, seumpama dersik diantara bintang-bintang berhamburan. Aku tersenyum melihat wajah bahagiamu. Tetaplah menjadi Hyunjin, kekasih cantikku yang paling aku cintai, kak.


Hatiku meleleh kala mata kita bertatapan, kudekati wajah dengan guratan polos itu, menghidu aroma shampo yang kamu kenakan mandi kemarin sore. Kukecup keningmu dalam-dalam, berusaha menyampaikan rasa sayangku yang teramat dalam. Debaran keras kala raga kita berdekatan rasanya masih sama seperti awal saat kita pertama kali mengenal.


"Kakak mencintaiku 'kan?"


Kuharap bukan aku saja yang mencintaimu sebegini dalamnya, sebab melihat anggukanmu kala kutanya membuatku kian melebarkan senyum. Bagaikan berjalan diatas awan, aku mengambil satu langkah lebih dekat lagi kearahmu.


"Terimakasih sudah mau hadir dalam hidupku yang pelik, kak Hyunjin. Aku gatau gimana hidupku kalau tanpa kehadiran kakak, mungkin bakal hancur sejadi-jadinya," ucapku tulus ditengah deburan ombak menerjang kaki telanjang kita.


"Hei, jangan berkata begitu, aku hadir bukan semata-mata mau berbagi tawa denganmu, melainkan juga berbagi rasa sedih dan kesepian. Aku sangat mencintaimu, Jeongin-ah," omelanmu serta merta membuatku terkekeh lucu, sejenak kembali fokus pada netra berkedip sendu.


"Aku juga mencintaimu, kak."


Ciuman lembut aku balurkan diatas bibir merekah milikmu, hanya satu kata yang ingin kusampaikan kini. Kamu cantik.


Bahkan kecantikanmu membuatku yakin, bahwa sang dewi aphrodite merasa iri bila ia disandingkan bersebelahan denganmu. Bukan salahku jika terlalu berlebihan memujamu, tapi salahkan mengapa daya tarik misterius itu kian menarikku untuk terbang kearahmu. Aku adalah pemuda beruntung yang dapat memiliki seorang bidadari sebagai kekasih hati. Sungguh, aku bersyukur pada takdir sebab telah memberiku beribu anugrah lewat dirimu yang aku sayangi.


Untuk kak Hyunjin, cantiknya Jeongin.

Report Page