Natural consequences and Logical consequences
eSQeeDalam pengasuhan rewards dan punishment seringkali digunakan untuk mengarahkan perilaku anak.
Memberi rewards pada anak memang membantu, karena anak memang senang mendapatkan penghargaan atau hadiah dari perilakunya. Namun kita perlu hati2, ketika yang perlu dilakukan adalah punishment. Karena salah penerapan bisa berakibat buruk pada diri anak.
Psikolog Fitriani Yustikasari Lubis, S.Psi., M.Psi, bercerita bagaimana penerapan punishment ternyata memberi dampak yang “agak kurang“ diharapkan bagi pembentukan karakter anak. “Terus terang kalau rewards masih sering sy gunakan juga”, beliau mengawali bercerita. “Nah punishment yang saya kena batunya. Dulu jaman anak pertama lagi ngetrend time-out (bentuk punishment anak diminta berdiam diri di satu tempat selama beberapa menit sesuai usia, misal 2 tahun 2 menit). Time-out kami terapkan di pengasuhan, namun sekarang kami (saya dan bapaknya) merasa anak kami kurang spontan, seperti takut dihukum.”
Oleh karena itu, trend pengasuhan mulai meninggalkan rewards and punishment dan beralih ke logical/natural consequences
Natural consequences adalah konsekuensi langsung yang mengikuti suatu tindakan. Misalnya: ketika kita minta anak kita pakai jaket karena udara dingin. Kalau anak menolak pakai, dia langsung merasakan udara dinginnya. Jadi paham kenapa dia perlu pakai jaket
Kalau natural konsekuensi tidak ada, misalnya anak lempar2 mainannya, belum tentu ada konsekuensi yang langsung berdampak ke dirinya. Hanya menurut pandangan orangtua ini bukan perilaku yang diinginkan. Maka dipakailah logical consequences. Misal: “kalau mainan yang dilempar ini rusak, kamu ga akan diberi mainan pengganti” atau “kalau ketika melempar dan mainannya merusak barang, ganti pakai uang jajan ya.”
Atau contoh yang diceritakan oleh bunda emma tentang bagaimana penerapan natural consequences kepada anaknya yang berusia 9 tahun. “Sejak kelas 1 tugasnya membereskan buku setiap malam untuk pelajaran besok, ketika tidak tertib dan baru besoknya dibereskan, jadi terburu-buru akibatnya banyak buku ketinggalan, PR tidak terbawa, tentunya mendapat teguran dari sekolah. Dengan beberap kali diingatkan dan merasakan langsung konsekuensi dari perbuatannya, semakin lama anak saya kayanya jadi lebih tertib urusan beresin buku.”
Keuntungan dari kedua model konsekuensi ini selaian pengarahan perilaku anak, dan pada saat yang sama anak dilatih untuk membuat keputusan perilaku yang tepat dari dalam dirinya. Karena dia mengalami langsung dan diajak berpikir. Reward dan punishment memang efektif mengarahkan perilaku, namun tidak membentuk kesadaran diri seperti yang diberikan oleh efek konsekuensi.
Apakah Faktor usia anak berperan?
Menurut psikolog Fitriani Yustikasari Lubis, Secara teori, sejak masih bayi anak sudah bisa belajar konsekuensi ini. Namun jika berdasarkan pengalaman beliau belajar konsekuensi ini lebih efektif saat anak sudah aktif secara verbal karena bisa diajak komunikasi. Kurang lebih pada usia 3 tahun ke atas.
Terdapat beberapa persyaratan untuk bisa menerapkan natural/logical consequences agar efektif:
1. Harus terkait langsung dengan perilaku anak.
2. Konsekuensi memungkinkan anak untuk bertanggung jawab
3. Tetap menghargai anak, tidak menyudutkan atau menyalahkan.
4. Harus jelas dan dipahami anak kenapa bisa mendapat konsekuensi itu, ini yang membedakan dengan punishment.