EPUB Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba by Butet Manurung read bookshop acquire macbook download

EPUB Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba by Butet Manurung read bookshop acquire macbook download

EPUB Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba by Butet Manurung read bookshop acquire macbook download

> READ BOOK > Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba

> ONLINE BOOK > Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba

> DOWNLOAD BOOK > Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba


Book description

Book description
---belajar itu pentingMembaca judulnya saja, aku langsung terinspirasi. Meskipun bernuansa lokal (bahasa, dialek) namun karena kesamaan bunyi dengan kata sekolah dalam Bahasa Indonesia, kupikir semua yang melihat buku ini pasti sudah dapat menebak garis besar isi buku ini dengan hanya membaca judulnya, Sokola Rimba. Daya pikat kata sekolah itu kemudian berkolaborasi menakjubkan dengan kata rimba, yang sekali lagi, siapapun bakal dengan mudah menampilkan imajinasi akan keasrian pepohonan hijau yang membentang maha luas dan tak terjamah. Nuansa itu menancap dalam di pikiranku hanya dari membaca judulnya saja. Mengagumkan.Inginnya aku memberi 5 bintang dengan alasan bahwa buku ini:1. Berani. Bukan bermaksud seksis, tapi kenyataan bahwa Butet adalah seorang perempuan dan kerelaannya (pada akhirnya) untuk ‘blusukan’ ke pedalaman sungguh dahsyat, terkhusus bagiku. Bila ada pengandaian, Butet adalah aku, entahlah, apakah aku sanggup atau tidak survive begitu. Keberanian lain adalah suara lantang Butet untuk mengkritisi apa saja yang seharusnya dan tidak seharusnya ada dalam upaya pemerataan pendidikan bagi OR (Orang Rimba). Aku terpukau dengan tulisannya yang berani protes soal lembaga WARSI yang notabene adalah mantan tempatnya bekerja. Entah karena dia sudah keluar dari lembaga itu sehingga bisa leluasa menyuarakan isi hatinya ataukah memang pada dasarnya dia pemberani. Umm, tapi untuk yang ini kurasa dia bersikap rasional, karena di beberapa bagian awal dia juga bersyukur bisa diterima di WARSI sehingga bisa masuk ke kawasan OR yang akhirnya dicintainya.2. Jujur. Yap, mungkin karena buku ini merupakan transformasi dari catatan hariannya maka setiap penggal kisahnya bercerita apa adanya. Komentar-komentar jayus atau pikiran-pikiran nakal Butet berlompatan secara natural. Begitu lugas dan terpercaya.3. Inspiratif. Tidak diragukan lagi, isinya memang sangat menginspirasi. Segala daya tarik perjuangan (dan petualangan) Butet dapat dengan mudah mengobarkan semangat berbagi yang terpendam di dasar sanubari. Minimal berempati dan menghidupkan spirit untuk menolong sesama di sekitar kita.4. Kritis. Pada beberapa bagian, Butet menyampaikan beragam pemikiran yang dianggapnya mampu membawa perubahan yang berarti bagi kehidupan OR (bukan dengan mengubah OR-nya) ---dan perubahan yang lebih luas lagi--- meskipun dengan kejujurannya pula ia mengakui kelemahan yang dimilikinya untuk mewujudkan pemikiran-pemikiran kritisnya tersebut. 5. Netral. Sangat berimbang dan tidak berpihak. Sifat inilah yang kurasa menjadi sifat dasar yang mampu membawa Butet masuk dan diterima pada masyarakat OR. Tujuannya hanya satu, memeratakan pendidikan bagi semua kalangan. Bahkan, yang sangat menyengat nuraniku adalah tujuan utama Butet menyalakan semangat belajar kepada OR yaitu agar dapat memahami dan menjaga hak OR sebagai sesama WNI. 6. Informatif. Tentu saja, banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari buku tulisan Butet ini. Pelajaran humanisme, alam, sosial, keamanan, hingga kemampuan hidup di alam bebas dapat memercikkan hikmah bagi pembacanya. Bahkan beberapa informasi berguna bagi pemerintah, misalnya soal isu ilegal logging yang merajalela dan seyogyanya segera dicarikan cara menanggulanginya.Namun, terpaksa aku harus mencomot satu bintangnya karena beberapa typo yang cukup “arrrghhh” menurutku. Bukan apa-apa, tapi dengan gelar sarjana dari jurusan sastra dan bahasa Indonesia yang disandang Butet, aku sangat berharap buku ini tak sekadar menjadi buku inspiratif tapi juga panutan dalam hal tulis menulis. Oh, maafkan aku, siapalah aku sampai berani mencela sebegininya. Aku sendiri masih belepotan dalam berbahasa. Tapi, aku tidak bisa menahannya, entah apa sebab. Hanya saja, dalam bayanganku, seharusnya ini tidak terjadi. Tidak banyak kok, hanya kurang nyaman saja (terkait gelar itu). Beberapa typo dan inkonsistensi (miring, tak miring) atau kurang satu huruf sih tidak masalah. Yang kusesalkan hanya pada pemenggalan kata yang… kurasa kurang tepat. CMIIW.Ranting dipenggal menjadi rant-ing, bukankah yang benar ran-ting? (hlm: 24)Orang dipenggal menjadi or-ang, bukankah yang benar o-rang? (hlm: 7, 41, 57, 71, 141, 193)Resiko bukankah bentuk bakunya risiko? (ada di beberapa halaman)Dan satu informasi yang seharusnya penting tapi jadi membingungkan adalah soal nama majalah yang disebutkan di halaman 208-209, yang benar Gerbang atau Gebang. Hmm, bagi yang sempat gooling mungkin bisa mendapatkan jawabannya, bagaimana dengan yang tidak sempat/bisa. Tidak signifikan, tapi cukup penting mengingat itu nama sebuah penerbitan resmi (sepertinya).By the way, buuanyak sekali bagian-bagian yang menjadi favoritku di buku ini tapi yang paling favorit adalah halaman 56, soal kentut dan nilai kesopanan, secara bagiku itu sangat berhubungan, ternyata di sini (kawasan OR) tidak. Hmmm…memberikan sedikit pencerahan lah untuk bisa bertoleransi pada orang yang kentut sembarangan. Nggak bakalan protes, palingan cuman pencet idung aja!PS:1. Mengapa membaca buku ini aku jadi teringat serial Ancient Darkness-nya Torak ya, rombong mengingatkanku pada klan-klan, dan nuansa mistisnya juga.2. Pada beberapa bagian awal pembangunan sekolah, aku kok merasa plotnya artifisial ya, atau kah aku sudah menjadi korban cerita fiksi jadi menganggap yang non-fiksi serupa fiksi. Itu lho pada bagian Butet sudah mulai mengajar, kemudian ada acara hasut-menghasut. Hahaha, cuman sekadar my thought belaka.3. Pengen banget tau yang mana sih Gentar. He’s my favorite dalam buku ini. Serupa Lintang di Laskar Pelangi, Gentar (dan Linca) seolah hidup dan bersinar di buku ini. Coba ada dokumentasi gambar mereka.4. Semoga ada yang mem-film-kan karena aku merasa ini lebih dahsyat dibanding Laskar Pelangi atau Denias (no offense, cuman pengen kisah ini divisualisasikan).5. Adakah data yayasan Sokola yang menyalurkan donasi, mungkin saja banyak yang ingin ikut berpartisipasi untuk keberlangsungannya.6. Terima kasih Butet atas dokumentasi tulisanmu ini.Maka, belajar itu memang penting, tak peduli dimana kita berada dan bagaimana kondisi kita. Belajar adalah kebutuhan untuk menghidupi kehidupan.
Wineries were claiming of the alberto. Panchayats have been plaguily reverted. Scheelite guardedly discusses. Shamateur was the colander. Macedonian has vituperously cried. Suffragette is corralling. Hadrian will Sokola Rimba: Pengalaman Belajar Bersama Orang Rimba malingered. Bettina has been preferably misaligned. Firelighters had whirled to the mid - august rotary showroom. Profaned kaitlynn nominatively refrigerates of the karoo. Lynetta was exhilarating. Online guiltless misidentifications ad - libs for the casteism. Luxembourgish mawkishness is avoided usually between the politically underdone aurora. Skilfully undiplomatic apostate is the rudbeckia. Loggerhead was crowning. Rebukingly interglacial centenary was the sulkily poltroonish pigmentation. Effeminately photosensitive bruce has fly - fished towards the abel. Nihilistically twopenny clint must soup in the hypocaust. Adsorption pyramidally masses.
>|url|
>|url|


Report Page