28.

28.

Sean.

“Aku mau cium kamu, boleh?”


Sang dominan tertawa gemas, “I'm waiting for that.”


Ia kalungkan perlahan kedua tangannya pada leher kekasihnya, lalu dengan cepat mengikis jarak antara keduanya. Kecupan-kecupan ringan di hidung membuat sang dominan mencengkram pinggang yang lebih muda dengan halus sembari memajukan bibirnya.


“Geli ah,” tanya kekasih kecilnya sambil terkekeh geli. Ia menautkan jari kecilnya pada jari besar yang lebih tua, lalu tersenyum. Sungguh, ia seperti sedang berhadapan dengan bayi besar.


“Bunny..”


“What else?” tanyanya. Sang dominan menempelkan jari telunjuk diatas bibirnya. Disini, lelaki kecil itu kembali tertawa lepas. Kini dimatanya, kekasihnya terlihat seperti anak kucing yang ingin menangis.


Tidak ingin berlama-lama melihat wajah memelas sang dominan, ia dengan cepat menabrakan bibir kekasihnya dengan bibir miliknya. Kejadian itu hanya berlangsung dalam hitungan detik. Detik-detik menegangkan tersebut lantas menciptakan rona merah pada pipinya. Sungguh, rasanya ia bisa mati karena sangat malu sekarang.


Dengan cepat ia turun dari pangkuannya, lalu meremas lengan sang dominan. Sembari menundukan kepalanya, “I love you like I love every pieces of myself and I need you like I need every part of my body. Don't ever leave me alone. And.. happy mensive.. for us? I've never love anyone else but you since our first met.”

Report Page