19

19

yara

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh. Tapi Jeyan dan Lula masih betah menonton televisi di ruang tengah. Ralat, hanya Jeyan yang masih betah membuka mata lebar-lebar, sedangkan Lula sudah mulai menutup matanya dan tertidur di lengan sofa sebagai bantalan.kok

Jeyan yang melihat itu berusaha acuh, tapi rasa sedikit rasa iba yang masih ia punya berhasil mengalahkan sikap sok acuhnya tadi.

"Udah dikasih kamar, malah milih tidur di sofa!" Sindiran yang sudah pasti ditujukan untuk Lula membuat gadis itu terbangun dari setengah tidurnya. "Hah? Aku ketiduran, ya, Mas?"

"Masih tanya? Pindah sana ke atas. Kalau sampai tidur di sini gua nggak mau repot-repot gendong lu ke atas."

"Iya, iya!" jawab Lula pasrah.

"Besok minta tolong anterin Lula ke sekolah bisa?" tanya Lula pelan dari tangga.

Jeyan mematikan televisi, sadar sebentar lagi akan ada adu mulut di antara mereka. "Aneh-aneh aja. Selama di sini jangan bikin gua repot, ya!" 

"Tapi tadi kata Tante Sri boleh kok," bela Lula untuk dirinya sendiri. 

"Dih bawa-bawa nama Bu Sri lagi. Terus lu biasanya ke sekolah naik apa?"

"Diantar Mamah, tapi kan sekarang Mamah lagi ke Solo."

"Manja banget jadi anak. Naik kendaraan umum juga bisa, kan? Lagian sekolah kita itu beda, buang waktu banget nganterin lu dulu."

"Oke, fine! Besok aku naik angkot. Cuma dimintain tolong aja nggak mau!" Lula langsung pergi ke kamar dengan langkah kaki cepat. Bunyi menggelegar karena pintu yang ditutup secara brutal menjadi tanda bahwa Lula sedang marah pada Jeyan malam ini.

Report Page