....

....

@makizensnin



“Ibu, aku capek ....”


Sebuah pesan diketik, tetapi belum berani untuk mengirimnya. Sebab percuma saja, ingin mengeluh bagaimanapun dia selalu memaksaku untuk menjadi anak yang kuat. Rasanya melelahkan sekali harus memendam ini sendirian.


Kulihat lengan bagian kanan, sudah mulai kering ternyata. Aku menutupnya lagi dengan sweater yang digunakan dan mulai berjalan ke luar kamar.


“Mau ke mana, Kak?”


Aku melihat ayah sedang merapikan beberapa buku di ruang tengah. Di wajahnya selalu saja menampakkan rasa kekhawatiran setiap kali berbicara denganku.


“Ke warung sebentar.”


“Nanti ayah antar, tunggu!”


Aku menatapnya yang cukup gesit merapikan buku-buku itu demi mengantarku.


“Aku cuma mau ke warung, Yah. Sebentar aja, kok, enggak lama.”


Ayah menghampiriku.


“Buat beli silet lagi?”


Aku menunduk, tak berani melihat wajah bahkan tatapan matanya.


Tiba-tiba dia mendekapku ke dalam pelukan hangatnya. Pelukan yang selama ini selalu menenangkan diriku dari segala rasa yang menyakitkan.


“Anak ayah cantik. Masa tangan cantiknya mau dikasih luka lagi, sih? Nanti jadi jelek dan ayah sedih.”


Dia mengusap rambutku dengan lembut.


“Ayah mungkin bukan ibu kamu, tetapi kamu tetap anak ayah, belahan hati ayah. Kalau ada masalah, ayah siap dengarin kamu bercerita. Nangis juga enggak apa-apa. Karena ayah tahu, walaupun kamu perempuan yang kuat, kamu juga butuh menangis ketika luka dalam hati kamu sudah menumpuk cukup banyak.”


“Ayah akan selalu di sini sepanjang hidup ayah.”

Report Page